Kata Penghormatan di Pemakaman Ayahku
Hari ini adalah ulang tahun kelima atas wafatnya ayahku. Pada waktu itu ayah sedang duduk di taman di rumahnya, dengan seekor anak kucing agak baru di dekatnya dan sekantung makanan anjing. Ia tinggal di dekat salah satu Finger Lakes di barat New York. Pada saat itu, saudara-saudariku tinggal berjarak 30 menit dari rumah ayah.
Pada hari itu aku sedang berada di Kota New York, menghadiri pertemuan group fokus bagi pekerjaanku � ketika aku menerima panggilan handphone panik dari kakakku. Kakak sedang menuju ke rumah ayah untuk mengajaknya makan malam. Kak Matt menemukan ayah jatuh pingsan keluar dari kursinya. Kak Matt mulai memberikan pernafasan buatan bagi ayah, sementara istrinya menelpon 911 � panggilan emergensi.
Setelah menerima telpon dari kakak, aku segera meninggalkan acara group fokus untuk mengejar pesawat paling awal. Ketika aku memasuki airport dan siap-siap menaiki pesawat, Matt menelponku lagi untuk mengabarkan bahwa ayah telah meninggal.
Saat itu sungguh terasa seperti mimpi, setelah hubungan telpon selesai, dan mendengar suara dan kesibukan orang-orang yang melanjutkan kehidupan mereka, sementara kehidupanku terasa berhenti mendadak pada ketika itu. Ketika aku tiba di Rochester, keempat saudara-saudariku dan aku mulai menyiapkan proses pemakaman dan acara kedukaan � hal-hal seperti pengurusan jenazah, acara pemakaman, dan penulisan kabar kematian dan biografi ayah.
Ada daftar kegiatan yang perlu diperiksa satu persatu. Salah satu tugas yang harus dikerjakan adalah menulis kata sambutan bagi pemakaman ayah. Telah disetujui bahwa aku akan membacakan kata sambutan tersebut untuk mengenang jasa dan menghormati ayahku.
Di bawah ini aku tuliskan eulogi atau kata-kata penghormatan yang aku bagikan di acara pemakaman ayah � aku bagikan ini dengan harapan dapat menolong seseorang yang mungkin melewati pengalaman yang sama.
=======================================================================
Rasanya seperti bermimpi dan tidak nyata ketika kami harus kehilangan kedua orang tua dalam rentang waktu yang cukup pendek � dua tahun lebih sedikit.
Aku pergi ke gereja dan duduk bersebelahan dengan ayah pada hari Minggu lalu dan tidak pernah menduga akan ditelpon pada hari berikutnya yang mengabarkan bahwa ayah telah wafat.
Aku tidak menduga kalau kedua orangtua kami tidak akan hidup terus untuk melihat pernikahan 12 cucu mereka. Aku tidak menduga kalau mereka tidak akan melihat kelahiran cicit-cicit mereka. Dan tentu saja aku tidak menduga kalau mereka tidak akan mencapai usia 65 tahun.
Sampai hari Senin lalu ketika ayah meninggal, aku masih menduga dapat hidup bersama ayah selama 15 atau 25 tahun yang menyenangkan lagi.
Namun paling tidak aku punya dugaan yang membuat damai di pikiran dan hati terdalam bahwa aku tahu bahwa ayah dan ibu sudah dipersatukan bersama.
Sejak ibu meninggal pada tahun 2004, ayah mulai tidak bahagia. Saudara-saudariku dan aku sendiri telah berusaha memberikan lebih banyak waktu bersama ayah. Saudara-saudari kami juga sering mengajak ayah untuk makan, minum kopi, memperbaiki rumah ayah, mengajak ayah jalan-jalan atau bepergian mengelilingi danau untuk membangkitkan semangatnya � namun tidak terlalu berhasil.
Pada suatu titik, aku begitu frustrasi atas kemurungan ayah sehingga aku secara egoistis dan marah menegur ayah agar keluar dari kemurungannya dan bangkit melanjutkan kehidupannya. Aku juga bertanya kepada ayah, apakah keluarga besar yang masih hidup tidak cukup baginya?
Dengan pelan ayah menjawab bahwa ia sangat mengisihi setiap orang di antara kami semua. Namun ayah juga menceritakan bahwa semua perhatian dan upaya yang ekstra dari kami semua terhadap ayah, menjadi sesuatu yang pahit-pahit manis karena Gwen (ibuku) tidak ada lagi di sana untuk berbagi bersama ayah.
Dengan pelan ayah menceritakan lebih lanjut bahwa tidak peduli betapa dalam kami mengasihi ayah dan menghabiskan waktu bersama ayah � setiap kami akhirnya harus meninggalkan ayah setiap hari untuk kembali pada keluarga dan rumah kami masing-masing. Nampaknya dengan ditinggalkannya ayah setiap hari, hal itu tanpa sadar menambah kepedihan hati ditinggal ibu.
Itulah pendalaman yang tak terduga dan mendukakan bagiku. Tanpa memperkecil hal itu, kehilangan ibu bagi ayah dapat diibaratkan dengan seorang pelukis yang kehilangan penglihatannya, seperti seorang musisi yang kehilangan pendengarannya atau seperti seorang koki yang kehilangan daya kecapnya.
Setiap hal yang suka dikerjakan dan dialami setiap orang dalam kehidupan ini dipengaruhi dan berubah, karena titik kontak yang menolong memberi arti pada setiap waktu sudah tidak ada bersama mereka lagi. Ibuku adalah titik kontak bagi ayah.
Ayahku mengasihi kami kelima orang anaknya dan sangat mengasihi cucu-cucunya � tetapi sekarang aku tahu bahwa ia sedih karena tidak lagi dapat membagikan saat-saat indah itu bersama ibuku.
Percayalah pada apa yang kukatakan, aku kehilangan kedua orang tuaku � tetapi seperti aku katakan, aku tak menduga bahwa sekarang aku punya damai sejahtera walaupun kehilangan mereka, yaitu mereka kini dapat bersatu di alam kekekalan.
Beberapa anak mendapatkan dari ayah mereka kesukaan akan main baseball dan mereka dapat mengingat angka-angka statistik kemenangan setiap pemain setiap hari. Beberapa anak mengembangkan kesukaan untuk berburu dan memancing yang akan bertahan seumur hidup. Beberapa yang lain punya hobby terhadap mobil dan bekerja bersama ayah mereka untuk memperbaiki mesin mobil klasik.
Walaupun ayahku tidak punya kesukaan akan baseball, berburu atau terhadap mobil � namun ia memiliki gairah menyala-nyala yang ia teruskan padaku, yaitu kegairahan akan Firman Tuhan dan akan iman yang kekal dalam Kristus.
Setiap hari aku bersyukur atas karunia iman yang ayah turunkan bagiku, khususnya untuk hari seperti hari ini.
Pada awal minggu ini, istriku menemukan email dari seorang wanita yang datang beribadah di gereja kami, dan pada akhir email tersebut ada kata-kata kutipan yang aku ingin bagikan, bunyinya:
�Ukuran paling tepat untuk menilai kekayaan seseorang adalah apa yang ia investasikan di dalam kekekalan.�
Kutipan tadi terngiang-ngiang di pikiranku, karena itulah standard yang dapat diukurkan kepada ayahku. Setiap orang yang sungguh-sungguh mengenal ayahku akan setuju atas standard kekekalan itu � ia adalah salah seorang terkaya yang aku kenal, dan itu dibuktikan dengan jumlah orang pada hari ini yang datang menghormati kenangan indah bersama ayah.
Ayahku selalu siap mendengarkan, selalu mendoakan dan menyampaikan kata-kata hikmat dari Alkitab kepada siapa saja yang mencari pertolongannya.
Selama masa penghiburan tadi malam, aku tak dapat memberi tahu berapa banyak orang � beberapa diantaranya adalah teman-teman keluarga kami, banyak lainnya yang belum kami kenal � yang datang melayat dan memberitahuku bahwa ayah adalah �figur bapak� bagi mereka ketika mereka tidak mempunyai ayah lagi; atau ayah memainkan peranan penting dan memberikan dampak bagi kehidupan mereka; atau betapa iman ayah dan keluarga kami telah menjadi inspirasi bagi mereka.
�Ukuran paling tepat untuk menilai kekayaan seseorang adalah apa yang ia investasikan di dalam kekekalan.�
Setelah mengatakan semuanya itu � setelah kehilangan kedua orang tuaku begitu berdekatan waktunya padahal mereka seharusnya bisa hidup berpuluh-puluh tahun lagi � sangatlah mudah bagiku untuk memprotes ke sorga dan menganggap kepergian kedua orang tua kami sebagai sesuatu yang tidak adil atau bahkan suatu lelucon alam semesta yang kejam.
Reaksi yang spontan adalah menuntut jawaban kepada Tuhan atas pertanyaan - �Mengapa?�:
� Mengapa kedua orangtuaku pergi?
� Mengapa aku harus meneruskan kehidupan tanpa mereka?
� Mengapa pasangan saling mengasihi yang sudah mendemonstrasikan iman harus meninggal pada usia begitu muda?
� Mengapa orang tua kami yang meninggal?
Semua pertanyaan �mengapa� dan banyak pertanyaan lain datang memenuhi pikiranku ketika aku mendengar kabar kematian ayahku � karena aku mengasihi ayah sebesar aku mengasihi ibu.
Yang menariknya, pertanyaan-pertanyaan �mengapa� itu terjadi, mengingatkan aku pada sebuah bacaan yang aku temukan pada buku berjudul �Penelaahan atas Kedukaan�.
Setelah ibu meninggal, aku memberikan buku itu kepada ayah. Buku itu ditulis oleh C.S Lewis � orang yang semula sangat atheis yang kemudian menjadi salah seorang penulis Kristen dan ahli teologi terbesar di abad ke-20.
Lewis menulis buku itu segera setelah kematian istrinya, Joy Davidson, karena kanker. Sejujurnya, aku tidak mengetahui pasti apakah ayah membaca buku yang kuberikan itu � namun aku ingin membacakan sedikit dari buku itu bagi anda tentang pertanyaan-pertanyaan �mengapa� yang kami alami ketika kami kehilangan orang-orang yang kami kasihi:
Ketika aku menyodorkan pertanyaan-pertanyaan [mengapa] di hadapan Tuhan, aku tidak mendapatkan jawabannya. Malahan sepertinya aku mendapatkan jawaban �Tidak�. Aku tidak berhadapan dengan pintu yang tertutup. Tetapi agaknya aku mendapati tatapan yang diam seribu basa, bukannya tanpa belas kasih. Sepertinya Tuhan menggelengkan kepalanya � bukan menolak menjawab namun mengabaikan pertanyaan itu. Jawabannya seperti: �Tenanglah, anak-Ku, engkau tidak mengerti.�
Bolehkah makhluk fana mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dianggap Tuhan tidak perlu dijawab? Ya, boleh saja karena semua pertanyaan-pertanyaan tak masuk akal merupakan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab. Pertanyaan-pertanyaan seperti: �apakah kuning itu kotak atau bundar? Atau, �ada berapa jam dalam satu mil?� tidak bisa dijawab. Mungkin saja setengah dari pertanyaan-pertanyaan kita � setengah dari masalah-masalah yang berkaitan dengan teologi dan metafisika � merupakan pertanyaan-pertanyaan tanpa makna. �
Apa yang dijelaskan bagian buku di atas adalah bahwa semua pertanyaan-pertanyaan �mengapa� tentang suatu tragedi merupakan jenis pertanyaan yang keliru.
Setelah acara ibadah penghiburan tadi malam � mengingat ratusan bahkan mungkin ribuan orang yang dijamah hidupnya oleh dampak positif kehadiran ayah � aku jadi berpikir tentang pertanyaan yang tepat atau benar yang harus aku tanyakan. Pertanyaan-pertanyaan yang masuk akal bagi Tuhan dan sehingga Ia ingin menjawab pertanyaan itu bagiku mengenai kematian orang tua kami.
Setelah antrian panjang orang-orang yang datang tadi malam pada acara ibadah penghiburan dengan membawa kisah demi kisah tentang bagaimana ayah memberi dampak positif bagi kehidupan orang-orang itu � maka muncullah pertanyaan di hatiku, �Bagaimana aku bisa lebih menjadi seperti ayahku?�
Dan jawaban dari Tuhan datang ke dalam hatiku secepat pertanyaannya, yaitu: �Ukuran paling tepat untuk menilai kekayaan seseorang adalah apa yang ia investasikan dalam kekekalan.�
Terlepas dari kepedihan, kehilangan, kedukaan � aku mendapatkan jawaban dari sorga yang memberikanku damai sejahtera sejati di dalam hati terdalam. Aku memiliki jawaban dan tuntunan, bahwa aku perlu melanjutkan kehidupan ini dan imanku sampai aku mencapai garis akhir dan menyelesaikan kehidupanku dengan baik � tepat seperti yang telah dilakukan ayahku.
Aku akan terus mengejar warisan kekal yang sejati yang diberikan ayah dan berusaha memberi pengaruh positif terhadap kehidupan yang aku jumpai � tepat seperti yang dilakukan ayah dan terus dilakukan ayah hingga akhir hayatnya.
Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan �mengapa� dan ada pertanyaan yang lebih baik untuk ditanyakan ketika kita berhadapan dengan tragedi, aku bertanya apakah anda kaya dalam kebenaran, berlimpah dalam iman dan memiliki investasi yang banyak dalam kekekalan? Di seberang tirai kematian, apakah anda tahu bahwa anda telah menyelesaikan kehidupan dengan baik?
Jika anda mengarahkan kehidupan anda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, anda akan mendapati kehidupan yang layak dan penuh arti.
Ditulis oleh Tor Constantino, ex journalist of CBS and ABC, best selling author, bloger, speaker. Diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk Pentas Kesaksian, http://kesaksianabadi.blogspot.com. Lihat artikel menarik lainnya di Pentas Kesaksian.
Sumber: http://thedailyretort.com/today-marks-5-years-since-my-dad-died/
********
The Eulogy I Gave For My Dad�
Today is the fifth anniversary of my dad�s death. He was sitting in his garden, with his newish puppy nearby and a pocketful of dog snacks near one of the Finger Lakes in western New York where he lived. At the time, my siblings and I all lived within 30 minutes of him.
That day, I was in New York City attending some focus group sessions for work � when I received a frantic cell phone call from my brother. He was driving to dad�s house to take him out to dinner. Matt found my dad keeled over out of his chair. He started administering CPR to dad while his wife dialed 911.
After the call, I immediately left the focus groups to catch an earlier flight. When I got to the airport and was getting ready to board the plane, Matt called again to say that dad had died.
It was incredibly surreal to hang up the phone and listen to the ongoing hustle and bustle of everyone else�s lives continuing, while mine had come to a screeching halt at that moment. When I arrived back in Rochester, my four siblings and I began the process of mourning and planning � things like internment, funeral arrangements and obituary writing.
They were necessary boxes that needed to be checked. One of the tasks that had to be done was his eulogy. It was agreed that I would deliver the eulogy to honor and memorialize my dad.
Below are the words that I shared at his funeral � I share them here to possibly help someone who may be going through a similar experience.
====================================================================
It feels surreal and unnatural to lose both parents within such a brief span of time � little more than two years.
I went to church and sat next to my father this past Sunday and did not expect a phone call the next day saying he was gone.
I did not expect that my parents would not live to see any of their 12 grandchildren get married. I did not expect that they would not live to see their great-grand babies. And I certainly did not expect that they would not live to see the age of 65.
Up until this past Monday when he passed, I did not expect anything less than another 15 or 25 good years to share with him.
But the thing I expected least of all was the deep peace of mind and spirit that I have knowing that he�s reunited with my mother.
Ever since she passed away in 2004, he had not been happy. My sisters, brother and I tried to spend a lot more time with him. Our respective families took him out to meals, coffees, worked around his house, took him on walks and drives around the lake to improve his spirits � to little avail.
At one point, I was so frustrated with his listlessness that I selfishly and angrily confronted him to �snap out of it� and get on with his life. Questioning him whether or not his surviving family members and extended family were enough?
He quietly replied that he deeply loved each and every one of us. But he shared that all the extra attention and effort we applied to him, was bitter sweet because Gwen (my mother) wasn�t there to share it with him.
He quietly shared further that no matter how much we loved on him and spent time with him � each of us ultimately had to leave him to return to our own families and homes each day. It seems that our daily departures from him unintentionally sharpened the painful void of my mother�s memory.
That was an unexpected insight into grief for me. Without minimizing it, such a loss is somewhat akin to a painter losing their sight; a musician losing their hearing or a chef their sense of taste.
Everything they love to do and experience in life is affected and changed, because their point of contact that helped define each moment was no longer there. My mother was that point of contact for my father.
My dad loved us five kids and deeply loved his grandkids � but I now know that he was sad that he could no longer share those moments with my mom.
Trust me as I tell you, I miss them both � but as I said, I did not expect the peace I now have in their absence knowing they�re together.
Some kids get from their dads a love for baseball and can quote player statistics all day long. Some develop a love for hunting and fishing that lasts a lifetime. Still others develop a passion for cars and working along side their father restoring a classic engine.
While my dad never had a passion for baseball, hunting or cars � there is a passion that he had that transferred to me and that was a passion for the word of God and an eternal faith in Christ.
Everyday I�m grateful for that gift of faith my father imparted to me, especially on a day like today.
Earlier this week, my wife came across an email from a woman who attends our church and at the end of the email there was a quote that I�d like to share, it reads:
�The true measure of a man�s wealth is what he has invested in eternity.�
That quote has lingered with me, because it was a standard that my dad could measure up to. Anybody who truly knew my dad would agree that by that eternal standard � he was one of the wealthiest men they knew, and that�s evidenced by the overwhelming number of us here today to honor his memory.
My dad was always ready to listen, pray and offer words of wisdom through the scriptures to anyone who sought him out.
During calling hours last evening, I can�t tell you how many people � some were family friends, others were complete strangers � who came through the receiving line telling me, that my dad was a �father-figure� to them when they did not have one; or the incredible role and impact that he had on their lives; or how his faith and family had been an inspiration to them.
�The true measure of a man�s wealth is what he has invested in eternity.�
Having said all that � after losing both parents so close together with decades of life still ahead of them both � it�s easy to point an accusing finger to heaven and claim that such a loss is unfair and is a cruel cosmic joke.
The knee jerk reaction is to demand an answer from God to the question � Why????
� Why are they both gone?
� Why should I go on without them?
� Why did this loving couple of such demonstrated faith have to die so young?
� Why our parents?
All of those �why� questions and many others came flooding into my mind when I heard that my dad died � because I loved him as much as I loved my mother.
Interestingly, those questions about �why� it happened, reminded me of a passage I read in a book titled A Grief Observed.
After my mom passed, I shared the book with my dad. It�s written by C.S. Lewis � an avowed atheist who became one of the greatest Christian writers and theologians of the 20th Century.
Lewis wrote the book shortly after the death of his wife, Joy Davidson, to cancer. To be honest, I don�t know if my dad ever read the book I gave him � but I�d like to read a bit of it to you about the �why� questions we all experience when we lose a loved one:
When I lay these [why] questions before God I get no answer. But a rather special sort of �No answer.� It is not the locked door. It is more like a silent, certainly not uncompassionate, gaze. As though He (God) shook His head � not in refusal but waiving the question. Like, �Peace, child; you don�t understand.�
Can a mortal ask questions which Gods finds unanswerable? Yes, because all nonsense questions are unanswerable. Questions such as, �Is yellow square or round? Or �How many hours are in a mile?� � have no answers. Probably half the questions we ask � half of our great theological and metaphysical problems � are nonsensical questions.
What that passage suggests is that all of our �why� questions about tragedy are the wrong types of questions to ask.
After last night�s calling hours - considering the hundreds, possibly thousands of lives my parents positively touched � I was thinking about what are the correct or right-type of questions I should ask. Questions that are not nonsensical to God and that He wants to answer for me regarding the death of my parents.
After the long line of people from last night�s calling hours who shared story-after-story about my dad�s positive impact on their lives � there was one question that came to my heart, �HOW can I be more like my father?�
And the answer from God came to my heart as quick as the question, �The true measure of a person�s wealth is what they invest in eternity.�
Despite the pain, the loss, the grief � I had an answer from heaven that brought me true inner peace. I had an answer and direction, that I�m to continue in this life and my faith until I�ve reached its end and finished well � just as my father did.
I will continue to purse the true eternal inheritance of dad and seek to have a positive impact on those lives I happen to touch � just as my father did and continues to, even in his death.
Having answered the question of �why� and why there�s a better question to ask when faced with tragedy, I ask if you�re rich in the truth, wealthy in faith and fully invested in eternity? On the other side of death�s veil, will you know that you finished well?
Allowing your life to become the answers to those questions, is worthy of life and ensures a life of worth.
Written by Tor Constantino, ex journalist of CBS and ABC, best selling author, bloger, speaker.
Source: http://thedailyretort.com/today-marks-5-years-since-my-dad-died/
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Wednesday, 29 February 2012
Tuesday, 28 February 2012
Joshua Bell and Washington Post: A Great Missing (2)
A Great Missing
Di Washington DC., tepatnya di Metro Station, pada pagi bulan Januari 2007 yang dingin, seorang pria dengan sebuah biola memainkan enam simfoni Bach selama sekitar 45 menit. Selama waktu tersebut, hampir 2.000 orang melewati stasiun itu, kebanyakan dari antara mereka sedang dalam perjalanan ke pekerjaan mereka.
Setelah kira-kira empat menit, seorang pria paruh baya memperhatikan bahwa ada seorang musisi sedang bermain musik. Pria ini memperlambat langkahnya dan berhenti beberapa detik, kemudian ia bergegas pergi mengikuti jadwalnya.
Sekitar empat menit kemudian, pemain biola ini menerima pemberian satu dollar pertamanya. Seorang wanita melemparkan uang itu ke dalam topinya, tanpa berhenti, lalu jalan terus.
Pada hitungan enam menit, seorang anak muda bersandar di dinding terdekat untuk mendengarkan pemain biola itu, kemudian melihat ke arah jam tangannya dan berlalu.
Pada menit kesepuluh, seorang anak laki-laki berumur sekitar tiga tahun berhenti, namun ibunya menggandengnya pergi dengan bergegas. Anak kecil itu berhenti dan menengok ke belakang ke arah pemain biola itu lagi, tetapi ibunya lebih keras menyeretnya dan anak itu meneruskan langkahnya, sambil sekali-kali membalikkan kepalanya ke belakang. Kejadian ini berulang lagi pada beberapa anak-anak yang lain, tetapi semua orang tua, tanpa kecuali, memaksa anaknya untuk melanjutkan perjalanan dengan cepat.
Pada menit ke-45: Musisi ini meneruskan permainannya. Hanya enam orang berhenti dan mendengarkan sebentar. Sekitar dua puluh orang memberi uang tetapi mereka meneruskan perjalanan. Pemusik ini akhirnya menerima USD 32.
Setelah satu jam, ia selesai bermain dan keheningan menerpa tempat itu. Tak ada seorangpun yang memperhatikan dan tak ada seorangpun yang memberikan aplaus. Tak ada penghargaan sama sekali.
Tak ada seorangpun yang mengetahui hal ini, tetapi pemain biola itu adalah Joshua Bell, salah seorang pemain musik terbesar di muka bumi ini. Dia memainkan simfoni yang paling sulit yang pernah digubah, dengan memainkan biola seharga USD 3,5 juta. Dua hari sebelumnya, Joshua Bell berhasil menjual tiket pertunjukan di sebuah teater di Boston dengan harga tiket masuk rata-rata per orang USD 100, untuk duduk dan mendengarkan dia memainkan musik yang sama.
Ini adalah kisah nyata. Joshua Bell, yang bermain biola secara menyamar bermain di Stasiun Kereta Api Metro DC., yang diorganisir oleh Harian Washington Post sebagai bagian dari eksperimen sosial tentang persepsi, selera dan prioritas masyarakat.
Eksperimen ini menimbulkan beberapa pertanyaan:
Di lingkungan biasa, di jam yang tidak cocok, apakah kita masih dapat melihat keindahan?
Jika ya, apakah kita berhenti untuk menikmati dan menghargainya?
Salah satu kesimpulan yang mungkin diperoleh dari eksperimen ini mungkin adalah:
Jika kita tidak punya waktu untuk berhenti dan mendengarkan salah satu pemain musik terhebat di jagat ini, yang sedang memainkan karya musik paling hebat yang pernah ditulis, yang dimainkan dengan memakai alat musik paling indah dan mahal yang pernah dibuat... berapa banyak hal lain lagi yang kita lewatkan selama kita terburu-buru melewati kehidupan ini?
Lihat Videonya di : http://www.youtube.com/watch?v=myq8upzJDJc
Pujian dari pejalan yang lewat:
A: "Saya lihat anda dulu di Library of Congress�"
A: "Permainan anda sangat luar biasa."
A: "Pertunjukan ini semacam ini hanya bisa terjadi di DC."
Joshua: "Terima kasih."
Diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk Pentas Kesaksian, http://kesaksianabadi.blogspot.com
Posting yang mirip pernah disampaikan di blog ini pada 19 November 2008 lalu.
*****
Joshua Bell and Washington Post
"In Washington DC, at a Metro Station, on a cold January morning in 2007, a man with a violin played six Bach pieces for about 45 minutes. During that time, approximately 2000 people went through the station, most of them on their way to work.
After about four minutes, a middle-aged man noticed that there was a musician playing. He slowed his pace and stopped for a few seconds, and then he hurried on to meet his schedule.
About four minutes later, the violinist received his first dollar. A woman threw money in the hat and, without stopping, continued to walk.
At six minutes, a young man leaned against the wall to listen to him, then looked at his watch and started to walk again.
At ten minutes, a three-year old boy stopped, but his mother tugged him along hurriedly. The kid stopped to look at the violinist again, but the mother pushed hard and the child continued to walk, turning his head the whole time. This action was repeated by several other children, but every parent - without exception - forced their children to move on quickly.
At forty-five minutes: The musician played continuously. Only six people stopped and listened for a short while. About twenty gave money but continued to walk at their normal pace. The man collected a total of $32.
After one hour:
He finished playing and silence took over. No one noticed and no one applauded. There was no recognition at all.
No one knew this, but the violinist was Joshua Bell, one of the greatest musicians in the world. He played one of the most intricate pieces ever written, with a violin worth $3.5 million dollars. Two days before, Joshua Bell sold-out a theater in Boston where the seats averaged $100 each to sit and listen to him play the same music.
This is a true story. Joshua Bell, playing incognito in the D.C. Metro Station, was organized by the Washington Post as part of a social experiment about perception, taste and people�s priorities.
This experiment raised several questions:
In a common-place environment, at an inappropriate hour, do we perceive beauty?
If so, do we stop to appreciate it?
Do we recognize talent in an unexpected context?
One possible conclusion reached from this experiment could be this:
If we do not have a moment to stop and listen to one of the best musicians in the world, playing some of the finest music ever written, with one of the most beautiful instruments ever made�
How many other things are we missing as we rush through life?"
Video : http://www.youtube.com/watch?v=myq8upzJDJc
Click "like" at : http://www.facebook.com/WeddingLiveBandTheRawNote
Compliments from a passer-by:
A : I saw you at the Library of Congress...
A : It was fantastic
A : This is one of those things that could only happen in D.C.
J : Thanks
====================================
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Di Washington DC., tepatnya di Metro Station, pada pagi bulan Januari 2007 yang dingin, seorang pria dengan sebuah biola memainkan enam simfoni Bach selama sekitar 45 menit. Selama waktu tersebut, hampir 2.000 orang melewati stasiun itu, kebanyakan dari antara mereka sedang dalam perjalanan ke pekerjaan mereka.
Setelah kira-kira empat menit, seorang pria paruh baya memperhatikan bahwa ada seorang musisi sedang bermain musik. Pria ini memperlambat langkahnya dan berhenti beberapa detik, kemudian ia bergegas pergi mengikuti jadwalnya.
Sekitar empat menit kemudian, pemain biola ini menerima pemberian satu dollar pertamanya. Seorang wanita melemparkan uang itu ke dalam topinya, tanpa berhenti, lalu jalan terus.
Pada hitungan enam menit, seorang anak muda bersandar di dinding terdekat untuk mendengarkan pemain biola itu, kemudian melihat ke arah jam tangannya dan berlalu.
Pada menit kesepuluh, seorang anak laki-laki berumur sekitar tiga tahun berhenti, namun ibunya menggandengnya pergi dengan bergegas. Anak kecil itu berhenti dan menengok ke belakang ke arah pemain biola itu lagi, tetapi ibunya lebih keras menyeretnya dan anak itu meneruskan langkahnya, sambil sekali-kali membalikkan kepalanya ke belakang. Kejadian ini berulang lagi pada beberapa anak-anak yang lain, tetapi semua orang tua, tanpa kecuali, memaksa anaknya untuk melanjutkan perjalanan dengan cepat.
Pada menit ke-45: Musisi ini meneruskan permainannya. Hanya enam orang berhenti dan mendengarkan sebentar. Sekitar dua puluh orang memberi uang tetapi mereka meneruskan perjalanan. Pemusik ini akhirnya menerima USD 32.
Setelah satu jam, ia selesai bermain dan keheningan menerpa tempat itu. Tak ada seorangpun yang memperhatikan dan tak ada seorangpun yang memberikan aplaus. Tak ada penghargaan sama sekali.
Tak ada seorangpun yang mengetahui hal ini, tetapi pemain biola itu adalah Joshua Bell, salah seorang pemain musik terbesar di muka bumi ini. Dia memainkan simfoni yang paling sulit yang pernah digubah, dengan memainkan biola seharga USD 3,5 juta. Dua hari sebelumnya, Joshua Bell berhasil menjual tiket pertunjukan di sebuah teater di Boston dengan harga tiket masuk rata-rata per orang USD 100, untuk duduk dan mendengarkan dia memainkan musik yang sama.
Ini adalah kisah nyata. Joshua Bell, yang bermain biola secara menyamar bermain di Stasiun Kereta Api Metro DC., yang diorganisir oleh Harian Washington Post sebagai bagian dari eksperimen sosial tentang persepsi, selera dan prioritas masyarakat.
Eksperimen ini menimbulkan beberapa pertanyaan:
Di lingkungan biasa, di jam yang tidak cocok, apakah kita masih dapat melihat keindahan?
Jika ya, apakah kita berhenti untuk menikmati dan menghargainya?
Salah satu kesimpulan yang mungkin diperoleh dari eksperimen ini mungkin adalah:
Jika kita tidak punya waktu untuk berhenti dan mendengarkan salah satu pemain musik terhebat di jagat ini, yang sedang memainkan karya musik paling hebat yang pernah ditulis, yang dimainkan dengan memakai alat musik paling indah dan mahal yang pernah dibuat... berapa banyak hal lain lagi yang kita lewatkan selama kita terburu-buru melewati kehidupan ini?
Lihat Videonya di : http://www.youtube.com/watch?v=myq8upzJDJc
Pujian dari pejalan yang lewat:
A: "Saya lihat anda dulu di Library of Congress�"
A: "Permainan anda sangat luar biasa."
A: "Pertunjukan ini semacam ini hanya bisa terjadi di DC."
Joshua: "Terima kasih."
Diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk Pentas Kesaksian, http://kesaksianabadi.blogspot.com
Posting yang mirip pernah disampaikan di blog ini pada 19 November 2008 lalu.
*****
Joshua Bell and Washington Post
"In Washington DC, at a Metro Station, on a cold January morning in 2007, a man with a violin played six Bach pieces for about 45 minutes. During that time, approximately 2000 people went through the station, most of them on their way to work.
After about four minutes, a middle-aged man noticed that there was a musician playing. He slowed his pace and stopped for a few seconds, and then he hurried on to meet his schedule.
About four minutes later, the violinist received his first dollar. A woman threw money in the hat and, without stopping, continued to walk.
At six minutes, a young man leaned against the wall to listen to him, then looked at his watch and started to walk again.
At ten minutes, a three-year old boy stopped, but his mother tugged him along hurriedly. The kid stopped to look at the violinist again, but the mother pushed hard and the child continued to walk, turning his head the whole time. This action was repeated by several other children, but every parent - without exception - forced their children to move on quickly.
At forty-five minutes: The musician played continuously. Only six people stopped and listened for a short while. About twenty gave money but continued to walk at their normal pace. The man collected a total of $32.
After one hour:
He finished playing and silence took over. No one noticed and no one applauded. There was no recognition at all.
No one knew this, but the violinist was Joshua Bell, one of the greatest musicians in the world. He played one of the most intricate pieces ever written, with a violin worth $3.5 million dollars. Two days before, Joshua Bell sold-out a theater in Boston where the seats averaged $100 each to sit and listen to him play the same music.
This is a true story. Joshua Bell, playing incognito in the D.C. Metro Station, was organized by the Washington Post as part of a social experiment about perception, taste and people�s priorities.
This experiment raised several questions:
In a common-place environment, at an inappropriate hour, do we perceive beauty?
If so, do we stop to appreciate it?
Do we recognize talent in an unexpected context?
One possible conclusion reached from this experiment could be this:
If we do not have a moment to stop and listen to one of the best musicians in the world, playing some of the finest music ever written, with one of the most beautiful instruments ever made�
How many other things are we missing as we rush through life?"
Video : http://www.youtube.com/watch?v=myq8upzJDJc
Click "like" at : http://www.facebook.com/WeddingLiveBandTheRawNote
Compliments from a passer-by:
A : I saw you at the Library of Congress...
A : It was fantastic
A : This is one of those things that could only happen in D.C.
J : Thanks
====================================
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Monday, 27 February 2012
Dihibur untuk Memberi Penghiburan
Pada tahun 2009 yang lalu keluarga Pdt. Hengky So mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan. Anaknya dioperasi usus buntu. Operasi yang dipandang operasi kecil itu ternyata tidak selesai dalam dua hari, tetapi selepas operasi diketahui ada nanah pada bekas luka operasi. Disedot, nanah itu berhasil dikumpulkan sebanyak secangkir kecil. Wah, ada apa ini? Kemudian esok harinya disedot lagi, dokter mendapat satu cangkir kecil lagi. Oleh karena penyelidikan lebih lanjut mendapati peradangan pada bekas operasi, maka dokter memutuskan untuk melakukan pembedahan lagi, sehingga sang anak diopname selama sekitar 10 hari.
Beberapa waktu setelah itu isteri pendeta juga harus dirawat di RS, dan menyusul kemudian pak Pendeta juga dirawat di RS yang berbeda. Ini adalah pengalaman berat bagi mereka. Namun pak Pendeta Hengky So tahu bahwa jika mereka dikuatkan Tuhan melewati masa yang tidak enak tersebut, maka mereka dapat memberikan penghiburan pada orang lain.
Benar saja. Beberapa waktu kemudian, ada satu keluarga jemaat yang mengalami tiga orang anggota keluarga: suami, istri, dan anaknya harus dirawat di RS pada waktu yang bersamaan. Anggota jemaat ini bertanya kepada Tuhan: "Mengapa, Tuhan? Apakah Engkau tidak mengasihi kami?" Iman anggota jemaat ini hampir kandas, karena seolah-olah Tuhan tidak peduli. Namun ketika pak Pdt. Hengky So menceritakan apa yang dialami keluarganya: pada waktu hampir yang bersamaan keluarga pendeta juga dirawat di RS, maka keluarga anggota jemaat juga dapat dihiburkan. Tuhan tidak tinggal diam. Apa yang kita alami adalah untuk meningkatkan iman kita agar kita bergantung lebih lagi kepada Tuhan, juga agar penghiburan yang kita terima dari Tuhan dapat digunakan untuk memberikan penghiburan kepada orang lain yang mengalami hal yang sama.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Beberapa waktu setelah itu isteri pendeta juga harus dirawat di RS, dan menyusul kemudian pak Pendeta juga dirawat di RS yang berbeda. Ini adalah pengalaman berat bagi mereka. Namun pak Pendeta Hengky So tahu bahwa jika mereka dikuatkan Tuhan melewati masa yang tidak enak tersebut, maka mereka dapat memberikan penghiburan pada orang lain.
Benar saja. Beberapa waktu kemudian, ada satu keluarga jemaat yang mengalami tiga orang anggota keluarga: suami, istri, dan anaknya harus dirawat di RS pada waktu yang bersamaan. Anggota jemaat ini bertanya kepada Tuhan: "Mengapa, Tuhan? Apakah Engkau tidak mengasihi kami?" Iman anggota jemaat ini hampir kandas, karena seolah-olah Tuhan tidak peduli. Namun ketika pak Pdt. Hengky So menceritakan apa yang dialami keluarganya: pada waktu hampir yang bersamaan keluarga pendeta juga dirawat di RS, maka keluarga anggota jemaat juga dapat dihiburkan. Tuhan tidak tinggal diam. Apa yang kita alami adalah untuk meningkatkan iman kita agar kita bergantung lebih lagi kepada Tuhan, juga agar penghiburan yang kita terima dari Tuhan dapat digunakan untuk memberikan penghiburan kepada orang lain yang mengalami hal yang sama.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Sunday, 26 February 2012
Kekuatan Pujian
Kekuatan Pujian
Alkisah, di sebuah rumah yang cukup mewah. Tinggal sepasang suami istri muda. Banyak orang merasa iri dengan keharmonian jodoh di antara mereka berdua. Yang laki-laki berwajah ganteng dan pianis yang handal, sedangkan istrinya berparas cantik dan bersuara merdu. Saat denting piano mengiringi nyanian, sesekali terdengar komentar, "Sayang, bagian depan nadanya kurang tinggi," atau "Duh...bagian tengah seharusnya lebih perlahan lagi dan bagian akhirnya mestinya turun sedikit."
Kali lain, saat si istri bersenandung pun, si suami selalu sibuk memasang telinga dan memberi berbagai komentar untuk memperbaiki nada yang dilagukan. Kejadian ini berulang hampir di setiap kesempatan. Dan celakanya, komentarnya semakin hari semakin pedas dan kasar, seakan tidak ada hal baik yang bisa diucapkan. Akhirnya si istri pun malas bernyanyi terutama jika suaminya berada di sekelilingnya, "Aku menyanyikan lagu apa pun, selalu saja ada yang kurang. Malah ujungnya berakhir dengan bertengkar dengan suamiku. Ah, lebih baik aku tidak usah menyanyi lagi," kata hatinya dengan sedih.
Singkat cerita, karena suatu musibah, sang suami meninggal dan lama setelah itu, perempuan ini menikah lagi dengan seorang kontraktor bangunan. Suami yang ini, sama sekali tidak mengerti musik. Yang ia tahu, istrinya punya suara yang amat bagus. Maka, dia selalu mengagumi dan memuji istrinya jika sedang bernyanyi.
Jika si istri bertanya, "Bagaimana laguku, Pa?"
Jawabnya, "Wah Ma, aku selalu ingin cepat pulang karena tidak sabar mendengarkanmu menyanyi! Suara Mama begitu indah dan menawan..."
Suatu hari, si suami berkata, "Ma, aku sungguh beruntung menikah denganmu. Kalau tidak, mungkin aku ini sudah �gila' karena bunyi dentuman, bunyi gergaji, dan bunyi gesekan pipa-pipa yang kudengar sepanjang hari. Sebelum menikah denganmu, suara-suara yang bising itu membuatku stres, bahkan terbawa-bawa hingga tidur. Tapi sekarang....hidup sungguh nikmat. Suara dan nyanyian Mama selalu terngiang-ngiang di kepalaku."
Istrinya sangat senang dan merasa tersanjung dengan pujian tulus yang diterimanya itu. Ia pun menjadi makin gemar bernyanyi dan terus bernyanyi, baik saat memasak, berkebun, mandi, apalagi jika suaminya berada di sekitar dia. Tanpa disadarinya, ia terus melatih diri. Suaranya semakin hari semakin bagus, hingga terdengar oleh seorang sahabat dari perusahaan rekaman. Dengan persetujuan dan dorongan sang suami, album perdana sang istri pun dirilis. Dan ternyata, sambutan masyarakat sangat antusias karena lagu dan suara sang penyanyi.
Perempuan itu akhirnya menjadi seorang penyanyi terkenal. Seorang pengamat musik kemudian berkomentar, sang diva sukses berkarir bukan pada saat bersuamikan seorang seniman musik yang cemerlang, tetapi justru saat bersuamikan seseorang yang tidak mengerti musik sama sekali tetapi mampu menghargai dan memuji setiap lagu yang dinyanyikan oleh istrinya. Andrie Wongso
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Alkisah, di sebuah rumah yang cukup mewah. Tinggal sepasang suami istri muda. Banyak orang merasa iri dengan keharmonian jodoh di antara mereka berdua. Yang laki-laki berwajah ganteng dan pianis yang handal, sedangkan istrinya berparas cantik dan bersuara merdu. Saat denting piano mengiringi nyanian, sesekali terdengar komentar, "Sayang, bagian depan nadanya kurang tinggi," atau "Duh...bagian tengah seharusnya lebih perlahan lagi dan bagian akhirnya mestinya turun sedikit."
Kali lain, saat si istri bersenandung pun, si suami selalu sibuk memasang telinga dan memberi berbagai komentar untuk memperbaiki nada yang dilagukan. Kejadian ini berulang hampir di setiap kesempatan. Dan celakanya, komentarnya semakin hari semakin pedas dan kasar, seakan tidak ada hal baik yang bisa diucapkan. Akhirnya si istri pun malas bernyanyi terutama jika suaminya berada di sekelilingnya, "Aku menyanyikan lagu apa pun, selalu saja ada yang kurang. Malah ujungnya berakhir dengan bertengkar dengan suamiku. Ah, lebih baik aku tidak usah menyanyi lagi," kata hatinya dengan sedih.
Singkat cerita, karena suatu musibah, sang suami meninggal dan lama setelah itu, perempuan ini menikah lagi dengan seorang kontraktor bangunan. Suami yang ini, sama sekali tidak mengerti musik. Yang ia tahu, istrinya punya suara yang amat bagus. Maka, dia selalu mengagumi dan memuji istrinya jika sedang bernyanyi.
Jika si istri bertanya, "Bagaimana laguku, Pa?"
Jawabnya, "Wah Ma, aku selalu ingin cepat pulang karena tidak sabar mendengarkanmu menyanyi! Suara Mama begitu indah dan menawan..."
Suatu hari, si suami berkata, "Ma, aku sungguh beruntung menikah denganmu. Kalau tidak, mungkin aku ini sudah �gila' karena bunyi dentuman, bunyi gergaji, dan bunyi gesekan pipa-pipa yang kudengar sepanjang hari. Sebelum menikah denganmu, suara-suara yang bising itu membuatku stres, bahkan terbawa-bawa hingga tidur. Tapi sekarang....hidup sungguh nikmat. Suara dan nyanyian Mama selalu terngiang-ngiang di kepalaku."
Istrinya sangat senang dan merasa tersanjung dengan pujian tulus yang diterimanya itu. Ia pun menjadi makin gemar bernyanyi dan terus bernyanyi, baik saat memasak, berkebun, mandi, apalagi jika suaminya berada di sekitar dia. Tanpa disadarinya, ia terus melatih diri. Suaranya semakin hari semakin bagus, hingga terdengar oleh seorang sahabat dari perusahaan rekaman. Dengan persetujuan dan dorongan sang suami, album perdana sang istri pun dirilis. Dan ternyata, sambutan masyarakat sangat antusias karena lagu dan suara sang penyanyi.
Perempuan itu akhirnya menjadi seorang penyanyi terkenal. Seorang pengamat musik kemudian berkomentar, sang diva sukses berkarir bukan pada saat bersuamikan seorang seniman musik yang cemerlang, tetapi justru saat bersuamikan seseorang yang tidak mengerti musik sama sekali tetapi mampu menghargai dan memuji setiap lagu yang dinyanyikan oleh istrinya. Andrie Wongso
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Friday, 24 February 2012
Kisah Azie Taylor Morton
Kisah Azie Taylor Morton
Kisah ini sudah lama saya dengar, baru sempat diposting hari ini.
Suatu hari seorang wanita memperkenalkan diri dalam konferensi mahasiswa di sebuah universitas terkenal di AS dan berkata, "Saya adalah anak haram dan ibu saya adalah seorang bisu tuli yang sangat miskin. Suatu hari ibu saya diperkosa oleh seorang pria, sehingga saya tidak pernah mengetahui siapa ayah saya. Kami hidup sangat miskin, sehingga dalam umur yang masih sangat muda, saya harus bekerja bersama dengan ibu saya sebagai buruh kasar di sebuah perkebunan kapas. Saya membenci keadaan saya dan saya kecewa kepada Tuhan karena Dia tidak adil. Saya tidak dapat memahami mengapa saya harus dilahirkan di dunia ini, sedangkan saya tidak berguna sama sekali."
Kalimat di atas kedengarannya seperti isi hati kita ketika kita kecewa kepada Tuhan, saat kita tidak diterima oleh sekeliling kita dan dicampakkan di dunia ini karena latar belakang yang menyedihkan, sehingga kita bertanya-tanya, "Mengapa saya dilahirkan?"
Tapi dengarkan kelanjutan kisah wanita tersebut:
"Suatu hari ada sesuatu di dalam hati saya berkata-kata, "Azie, kamu dapat memilih. Kamu mau tetap seperti ini atau kamu mau keluar dari perasaan tidak berguna ini. Pilihan ada di tanganmu!"
Akhirnya saya memilih untuk keluar dari rasa tidak berguna ini. Saya mulai bekerja dengan giat untuk mencari uang demi membiayai sekolah saya dan ibu saya."
Wanita tersebut bekerja keras dan akhirnya dia meraih kesuksesan.
Hari itu wanita yang pada mulanya memperkenalkan diri sebagai seorang anak haram tersebut, berdiri di hadapan para mahasiswa sebuah universitas terkenal untuk membuktikan KEKUATAN DARI SEBUAH PILIHAN dan kini dia juga tahu bahwa Tuhan sangat mengasihinya.
Dia adalah Azie Taylor Morton (1936-2003), Menteri Keuangan Amerika Serikat pada zaman Presiden Jimmy Carter, tanda tangannya ada di uang kertas US Dollar selama 3 tahun.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Kisah ini sudah lama saya dengar, baru sempat diposting hari ini.
Suatu hari seorang wanita memperkenalkan diri dalam konferensi mahasiswa di sebuah universitas terkenal di AS dan berkata, "Saya adalah anak haram dan ibu saya adalah seorang bisu tuli yang sangat miskin. Suatu hari ibu saya diperkosa oleh seorang pria, sehingga saya tidak pernah mengetahui siapa ayah saya. Kami hidup sangat miskin, sehingga dalam umur yang masih sangat muda, saya harus bekerja bersama dengan ibu saya sebagai buruh kasar di sebuah perkebunan kapas. Saya membenci keadaan saya dan saya kecewa kepada Tuhan karena Dia tidak adil. Saya tidak dapat memahami mengapa saya harus dilahirkan di dunia ini, sedangkan saya tidak berguna sama sekali."
Kalimat di atas kedengarannya seperti isi hati kita ketika kita kecewa kepada Tuhan, saat kita tidak diterima oleh sekeliling kita dan dicampakkan di dunia ini karena latar belakang yang menyedihkan, sehingga kita bertanya-tanya, "Mengapa saya dilahirkan?"
Tapi dengarkan kelanjutan kisah wanita tersebut:
"Suatu hari ada sesuatu di dalam hati saya berkata-kata, "Azie, kamu dapat memilih. Kamu mau tetap seperti ini atau kamu mau keluar dari perasaan tidak berguna ini. Pilihan ada di tanganmu!"
Akhirnya saya memilih untuk keluar dari rasa tidak berguna ini. Saya mulai bekerja dengan giat untuk mencari uang demi membiayai sekolah saya dan ibu saya."
Wanita tersebut bekerja keras dan akhirnya dia meraih kesuksesan.
Hari itu wanita yang pada mulanya memperkenalkan diri sebagai seorang anak haram tersebut, berdiri di hadapan para mahasiswa sebuah universitas terkenal untuk membuktikan KEKUATAN DARI SEBUAH PILIHAN dan kini dia juga tahu bahwa Tuhan sangat mengasihinya.
Dia adalah Azie Taylor Morton (1936-2003), Menteri Keuangan Amerika Serikat pada zaman Presiden Jimmy Carter, tanda tangannya ada di uang kertas US Dollar selama 3 tahun.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Thursday, 23 February 2012
Jangan Berpikir Negatif
Jangan Berpikir Negatif
Dalam artikel ini saya ingin membagikan KISAH NYATA yang dimuat di harian Xia Wen Pao-Cina tahun 2007 mengenai kematian gadis kecil bernama Lie Mei akibat pikiran negatif sang ibu bernama Siu Lan. Kiranya artikel ini dapat menjadi bahan perenungan bagi kita semua, sehingga kita dapat mengerti bahwa pikiran negatif dapat menyebabkan penyesalan seumur hidup.
Mari kita simak kisah di bawah ini:
Seorang janda miskin, Siu Lan, mempunyai anak umur 7 tahun bernama Lie Mei. Kemiskinan membuat Lie Mei harus membantu ibunya berjual kue di pasar dan tidak pernah bermanja-manja kepada ibunya.
Pada suatu musim dingin saat selesai membuat kue, Siu Lan melihat keranjang kuenya sudah rusak dan Siu Lan berpesan pada Lie Mei untuk tidak keluar rumah karena ia akan membeli keranjang baru.
Saat pulang Siu Lan tidak menemukan Lie Mei di rumah dan Siu Lan sangat marah, karena merasa putrinya tersebut benar-benar tidak tahu diri sambil berkata, "Dasar anak tidak tahu diri! Udah hidup susah tapi masih juga pergi main-main, padahal tadi sudah dipesan agar menunggu rumah!"
Akhirnya Siu Lan pergi sendiri menjual kue dan pintu rumahnya dikunci dari luar sebagai hukuman agar Lie Mei tidak dapat masuk. "Putriku mesti diberi pelajaran!" pikir Siu Lan geram.
Sepulang dari jualan kue, Siu Lan menemukan Lie Mei tergeletak di depan pintu. Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku dan sudah tidak bernyawa dan jeritan Siu Lan memecah kebekuan salju saat itu. Ia menangis meraung-raung, tetapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Dengan segera Siu Lan membopong Lie Mei masuk ke rumah, lalu mengguncang-guncang tubuh beku putri kecilnya sambil meneriakkan nama, "Lie Mei, Lie Mei, Lie Mei...."
Tiba-tiba sebuah bingkisan kecil jatuh dari tangan Lie Mei. Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu dan membuka isinya yang ternyata sebuah biskuit kecil yang dibungkus kertas usang dengan tulisan kecil, yang berantakan tapi dapat dibaca. Di kertas Lie Mei menulis, "Mama pasti lupa, ini hari istimewa buat mama! Aku membelikan biskuit kecil ini sebagai hadiah. Uangku tidak cukup untuk membeli biskuit yang besar. Mama, selamat ulang tahun ya!"
Tangis Siu Lan tambah meraung-raung demi melihat kebaikan gadis kecilnya.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Dalam artikel ini saya ingin membagikan KISAH NYATA yang dimuat di harian Xia Wen Pao-Cina tahun 2007 mengenai kematian gadis kecil bernama Lie Mei akibat pikiran negatif sang ibu bernama Siu Lan. Kiranya artikel ini dapat menjadi bahan perenungan bagi kita semua, sehingga kita dapat mengerti bahwa pikiran negatif dapat menyebabkan penyesalan seumur hidup.
Mari kita simak kisah di bawah ini:
Seorang janda miskin, Siu Lan, mempunyai anak umur 7 tahun bernama Lie Mei. Kemiskinan membuat Lie Mei harus membantu ibunya berjual kue di pasar dan tidak pernah bermanja-manja kepada ibunya.
Pada suatu musim dingin saat selesai membuat kue, Siu Lan melihat keranjang kuenya sudah rusak dan Siu Lan berpesan pada Lie Mei untuk tidak keluar rumah karena ia akan membeli keranjang baru.
Saat pulang Siu Lan tidak menemukan Lie Mei di rumah dan Siu Lan sangat marah, karena merasa putrinya tersebut benar-benar tidak tahu diri sambil berkata, "Dasar anak tidak tahu diri! Udah hidup susah tapi masih juga pergi main-main, padahal tadi sudah dipesan agar menunggu rumah!"
Akhirnya Siu Lan pergi sendiri menjual kue dan pintu rumahnya dikunci dari luar sebagai hukuman agar Lie Mei tidak dapat masuk. "Putriku mesti diberi pelajaran!" pikir Siu Lan geram.
Sepulang dari jualan kue, Siu Lan menemukan Lie Mei tergeletak di depan pintu. Siu Lan berlari memeluk Lie Mei yang membeku dan sudah tidak bernyawa dan jeritan Siu Lan memecah kebekuan salju saat itu. Ia menangis meraung-raung, tetapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Dengan segera Siu Lan membopong Lie Mei masuk ke rumah, lalu mengguncang-guncang tubuh beku putri kecilnya sambil meneriakkan nama, "Lie Mei, Lie Mei, Lie Mei...."
Tiba-tiba sebuah bingkisan kecil jatuh dari tangan Lie Mei. Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu dan membuka isinya yang ternyata sebuah biskuit kecil yang dibungkus kertas usang dengan tulisan kecil, yang berantakan tapi dapat dibaca. Di kertas Lie Mei menulis, "Mama pasti lupa, ini hari istimewa buat mama! Aku membelikan biskuit kecil ini sebagai hadiah. Uangku tidak cukup untuk membeli biskuit yang besar. Mama, selamat ulang tahun ya!"
Tangis Siu Lan tambah meraung-raung demi melihat kebaikan gadis kecilnya.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Wednesday, 22 February 2012
Kisah yang Menggetarkan - A True Chilling Story
Kisah yang Menggetarkan
Ini adalah kisah nyata dan akan menggetarkan anda.
Ini adalah kisah yang indah dan mengharukan tentang kasih dan ketekunan.
Sangat layak untuk dibaca.
Kisah ini berlangsung demikian:
Karena dorongan teman-teman saya, maka saya menulis kisah ini.
Nama saya adalah Mildred Honor dan saya adalah seorang mantan guru musik Sekolah Dasar dari Des Moines, Iowa. Saya dulu selalu mengajar les piano untuk mendapatkan tambahan penghasilan � yang saya lakukan selama lebih dari 30 tahun.
Selama tahun-tahun tersebut saya menemukan bahwa anak-anak memiliki kemampuan musik dengan tingkat berbeda, dan meskipun saya tidak pernah memiliki seorang anak murid ajaib, saya telah banyak mengajar murid-murid yang sangat berbakat.
Meskipun demikian, saya juga memiliki murid-muird yang saya sebut sebagai anak-anak yang bermasalah dalam soal musik � salah satunya adalah Robby....
Robby saat itu berusia 11 tahun ketika mamanya, seorang single parent menurunkan dia di rumah saya untuk belajar piano untuk pertama kalinya.
Saya lebih suka anak-anak murid (khususnya anak-anak lelaki) memulai belajar musik pada usia lebih dini, yang saya jelaskan kepada Robby. Namun karena Robby menceritakan bahwa mamanya punya mimpi untuk mendengar dia memainkan piano, maka saya menerima dia sebagai murid.
Nah, Robby memulai pelajaran pianonya dan dari awal saya berpikir bahwa usahanya akan sia-sia saja. Seberapa kerasnya Robby mencoba, ia selalu kurang memiliki kepekaan soal nada dan irama dasar yang sangat diperlukan untuk menjadi pemain unggul. Namun ia dengan penuh tanggung jawab ia memperhatikan prestasinya dan mempelajari beberapa lagu-lagu piano dasar yang saya tugaskan kepada semua murid saya untuk mempelajarinya.
Selama beberapa bulan ia mencoba dan mencoba sementara saya mendengarkan dan mengernyitkan dahi dan mencoba mendorong semangatnya.
Pada setiap pelajaran mingguan ia akan selalu berkata, �Mama saya akan mendengarkan saya main piano pada suatu hari nanti.� Tetapi bagi saya, hal itu sangat tidak mungkin, karena ia sama sekali tidak punya bakat musik bawaan. Saya hanya mengenal mamanya dari jauh ketika mamanya menurunkan Robby dari mobil atau menunggu di mobilnya yang sudah tua untuk menjemput Robby. Si ibu selalu tersenyum dan melambaikan tangan, tetapi dia tidak pernah mampir ke rumah saya.
Kemudian pada suatu hari Robby berhenti belajar piano. Saya ingin menelpon dia, tetapi saya menganggap bahwa karena kurangnya kemampuan musik maka Robby telah memutuskan untuk belajar hal lain lagi.
Saya juga senang kalau Robby telah berhenti belajar � dia bisa menjadi iklan yang buruk bagi pelajaran piano saya! Beberapa minggu kemudian saya mengirimkan flyer ke rumah-rumah untuk mengundang resital piano yang akan diadakan. Yang mengejutkan, Robby (yang sudah menerima flyer) bertanya kepada saya apakah dia boleh ikut resital itu. Saya mengatakan kepadanya bahwa resital itu dimaksudkan bagi murid-murid yang masih belajar, tetapi karena dia sudah keluar, maka dia tidak boleh ikut resital.
Robby menceritakan bahwa mamanya telah sakit dan tidak dapat mengantarnya untuk belajar piano, tetapi dia terus berlatih. �Ayolah, Nona Honor, ijinkan saya main piano,� dia terus mendesak.
Saya tidak tahu apa yang menyebabkan saya mengijinkan Robby main di resital piano itu � mungkin karena ia terus mendesak saya atau sesuatu di dalam diri saya mengatakan bahwa hal itu akan baik-baik saja.
Aula SMA itu dipenuhi para orang tua, anggota keluarga, dan para handai taulan. Saya menaruh giliran Robby pada akhir acara, tepat sebelum saya akan tampil kemuka dan mengucapkan terima kasih kepada seluruh siswa dan memainkan bagian terakhir.
Saya pikir jika ada kekeliruan yang akan Robby buat dengan penampilannya pada akhir acara, maka saya akan dapat menutupinya dengan pertunjukan akhir saya.
Malam resitalpun tiba dan untunglah resital itu berlangsung dengan baik tanpa halangan, yang membuktikan bahwa para siswa sudah berlatih dengan baik dan semua itu nampak.
Kemudian Robby tampil di panggung. Pakaiannya kusut dan rambutnya terlihat acak-acakan. �Mengapa ia tidak berpakaian dan berpenampilan seperti para siswa yang lain?� demikian pikir saya. �Mengapa mamanya tidak menyisir rambutnya untuk malam spesial seperti ini?�
Robby menarik bangku piano, dan saya sangat terkejut ketika dia mengumumkan bahwa ia telah memilih untuk memainkan simfoni Mozart Concerto no. 21 dalam C Mayor.
Saya tidak siap mendengarkan apa yang terdengar kemudian.
Jari-jarinya bergerak dengan ringan di atas tuts piano, bahkan menari-nari dengan cekatan di atas bilah gading piano itu. Dia bergerak dari gerakan yang sangat lembut ke gerakan yang sangat kuat, dari yang cepat ke arah yang penuh keahlian; kunci-kunci nada yang disuspens seperti tuntutan Mozart dilakukan dengan sangat luar biasa. Tidak pernah saya mendengar simfoni Mozart dimainkan demikian baik oleh siapapun yang seumur Robby.
Setelah enam setengah menit ia mengakhirinya dengan permainan makin keras yang agung, dan setiap orang berdiri memberi aplaus yang heboh�! Setelah berhasil menguasai perasaan saya dan dengan berlinangan airmata, saya lari ke arah panggung dan memeluk Robby dalam sukacita. �Saya tidak pernah mendengar kamu bermain seperti itu Robby, bagaimana kamu melakukannya?�
Melalui mikrofon Robby menerangkan:
�Nah, Miss Honor, ingatkah bahwa saya telah memberitahu anda bahwa mama saya sakit? Sebenarnya ia sakit kanker dan meninggal pagi tadi. Dan� ia terlahir dengan tuli, maka malam ini adalah pertama kali bagi mama saya mendengarkan permainan piano saya, dan saya ingin membuat permainan ini istimewa.� Setiap orang berlinangan airmata di gedung itu mendengarkan penuturan anak kecil itu.
Ketika petugas dari Dinas Sosial menjemput Robby untuk dibawa ke Panti Asuhan, saya memperhatikan bahwa mata para petugas itupun merah dan sembab.
Saya berkata kepada diri saya sendiri betapa hidup saya diperkaya dengan mengambil Robby sebagai murid saya. Tidak, saya tidak pernah memiliki anak ajaib, tetapi pada malam itu sayalah yang menjadi anak ajaib bagi Robby. Dialah gurunya dan sayalah muridnya, karena dia mengajarkan kepada saya apa arti ketekunan dan kasih dan percaya diri, dan tentang memberi kesempatan kepada seseorang meskipun engkau tidak tahu kenapa.
Robby terbunuh bertahun-tahun kemudian pada peristiwa pengeboman di Gedung Federal Alfred P. Murray di Kota Oklahoma pada bulan April 1995.
Dan inilah catatan kaki untuk kisah ini�
Jika anda memikirkan untuk memforward kisah ini, anda mungkin sedang membayangkan orang-orang dalam daftar email anda yang cocok dan tidak cocok untuk menerima pesan ini. Orang yang mengirim pesan ini kepada anda percaya bahwa kita semua dapat membuat perbedaan! Begitu banyak interaksi yang nampaknya sepele diantara dua orang akan memberi kita pilihan.
Apakah kita akan bertindak dengan belas kasihan atau kita akan lewatkan kesempatan itu dan membuat dunia ini lebih dingin dalam perjalanannya? Pilih membiarkan pesan itu atau meneruskannya? Anda telah mengetahui pilihan yang telah saya buat. Terima kasih sudah membaca kisah ini.
May God Bless you today, tomorrow and always.
If God didn't have a purpose for us, we wouldn't be here...!!!
Care deeply.
Live simply.
Love generously.
Speak kindly.
Leave the rest to God.
Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN http://kesaksianabadi.blogspot.com
*****
A True Chilling Story
This is a true story and it will give you the chills.
This is a beautiful and touching story of love and perseverance.
Well worth the read...
The story goes:
At the prodding of my friends I am writing this story.
My name is Mildred Honor and I am a former elementary school music teacher from Des Moines, Iowa. I have always supplemented my income by teaching piano lessons - something I have done for over 30 years.
During those years I found that children have many levels of musical ability, and even though I have never had the pleasure of having a prodigy, I have taught some very talented students.
However, I have also had my share of what I call 'musically challenged' pupils - one such pupil being Robby...
Robby was 11 years old when his mother [a single mom] dropped him off for his first piano lesson.
I prefer that students [especially boys] begin at an earlier age, which I explained to Robby. But Robby said that it had always been his mother's dream to hear him play the piano, so I took him as a student.
Well, Robby began his piano lessons and from the beginning I thought it was a hopeless endeavor.
As much as Robby tried, he lacked the sense of tone and basic rhythm needed to excel.
But he dutifully reviewed his scales and some elementary piano pieces that I require all my students to learn.
Over the months he tried and tried while I listened and cringed and tried to encourage him.
At the end of each weekly lesson he would always say "My mom's going to hear me play someday".
But to me, it seemed hopeless, he just did not have any inborn ability.
I only knew his mother from a distance as she dropped Robby off or waited in her aged car to pick him up.
She always waved and smiled, but never dropped in.
Then one day Robby stopped coming for his lessons.
I thought about calling him, but assumed that because of his lack of ability he had decided to pursue something else.
I was also glad that he had stopped coming - he was a bad advertisement for my teaching! Several weeks later I mailed a flyer recital to the students' homes. To my surprise, Robby [who had received a flyer] asked me if he could be in the recital. I told him that the recital was for current pupils and that because he had dropped out, he really did not qualify.
He told me that his mother had been sick and unable to take him to his piano lessons, but that he had been practicing. "Please Miss Honor, I've just got to play" he insisted.
I don't know what led me to allow him to play in the recital - perhaps it was his insistence or maybe something inside of me saying that it would be all right.
The high school gymnasium was packed with parents, relatives and friends.
I put Robby last in the program, just before I was to come up and thank all the students and play a finishing piece.
I thought that any damage he might do would come at the end of the program and I could always salvage his poor performance through my 'curtain closer'.
The night of the recital came and the Well, the recital went off without a hitch, the students had been practicing and it showed.
Then Robby came up on the stage. His clothes were wrinkled and his hair looked as though he had run an egg beater through it. "Why wasn't he dressed up like the other students?"
I thought. "Why didn't his mother at least make him comb his hair for this special night?"
Robby pulled out the piano bench, and I was surprised when he announced that he had chosen to play Mozart's Concerto No. 21 in C Major.
I was not prepared for what I heard next.
His fingers were light on the keys, they even danced nimbly on the ivories.
He went from pianissimo to fortissimo, from allegro to virtuoso; his suspended chords that Mozart demands were magnificent!
Never had I heard Mozart played so well by anyone his age.
After six and a half minutes he ended in a grand crescendo, and everyone was on their feet in wild applause..!!!
Overcome and in tears, I ran up on stage and put my arms around Robby in joy. "I have never heard you play like that Robby, how did you do it?"
Through the microphone Robby explained:
"Well, Miss Honor, remember I told you that my mom was sick? Well, she actually had cancer and passed away this morning. And well . . . she was born deaf, so tonight was the first time she had ever heard me play, and I wanted to make it special."
There wasn't a dry eye in the house that evening.
As the people from Social Services led Robby from the stage to be placed in to foster care, I noticed that even their eyes were red and puffy.
I thought to myself then how much richer my life had been for taking Robby as my pupil.
No, I have never had a prodigy, but that night I became a prodigy of Robby.
He was the teacher and I was the pupil, for he had taught me the meaning of perseverance and love and believing in yourself, and may be even taking a chance on someone and you didn't know why.
Robby was killed years later in the senseless bombing of the Alfred P. Murray Federal Building in Oklahoma City in April, 1995.
And now, a footnote to the story..
If you are thinking about forwarding this message, you are probably wondering which people on your address list aren't the 'appropriate' ones to receive this type of message.
The person who sent this to you believes that we can all make a difference..!
So many seemingly trivial interactions between two people present us with a choice..
Do we act with compassion or do we pass up that opportunity and leave the world a bit colder in the process..?
You now have two choices:
01. Delete this . . .
OR
02. Forward it to the people you care about.
You know the choice I made.
Thank you for reading this.
May God Bless you today, tomorrow and always.
If God didn't have a purpose for us, we wouldn't be here...!!!
Care deeply.
Live simply.
Love generously.
Speak kindly.
Leave the rest to God.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Ini adalah kisah nyata dan akan menggetarkan anda.
Ini adalah kisah yang indah dan mengharukan tentang kasih dan ketekunan.
Sangat layak untuk dibaca.
Kisah ini berlangsung demikian:
Karena dorongan teman-teman saya, maka saya menulis kisah ini.
Nama saya adalah Mildred Honor dan saya adalah seorang mantan guru musik Sekolah Dasar dari Des Moines, Iowa. Saya dulu selalu mengajar les piano untuk mendapatkan tambahan penghasilan � yang saya lakukan selama lebih dari 30 tahun.
Selama tahun-tahun tersebut saya menemukan bahwa anak-anak memiliki kemampuan musik dengan tingkat berbeda, dan meskipun saya tidak pernah memiliki seorang anak murid ajaib, saya telah banyak mengajar murid-murid yang sangat berbakat.
Meskipun demikian, saya juga memiliki murid-muird yang saya sebut sebagai anak-anak yang bermasalah dalam soal musik � salah satunya adalah Robby....
Robby saat itu berusia 11 tahun ketika mamanya, seorang single parent menurunkan dia di rumah saya untuk belajar piano untuk pertama kalinya.
Saya lebih suka anak-anak murid (khususnya anak-anak lelaki) memulai belajar musik pada usia lebih dini, yang saya jelaskan kepada Robby. Namun karena Robby menceritakan bahwa mamanya punya mimpi untuk mendengar dia memainkan piano, maka saya menerima dia sebagai murid.
Nah, Robby memulai pelajaran pianonya dan dari awal saya berpikir bahwa usahanya akan sia-sia saja. Seberapa kerasnya Robby mencoba, ia selalu kurang memiliki kepekaan soal nada dan irama dasar yang sangat diperlukan untuk menjadi pemain unggul. Namun ia dengan penuh tanggung jawab ia memperhatikan prestasinya dan mempelajari beberapa lagu-lagu piano dasar yang saya tugaskan kepada semua murid saya untuk mempelajarinya.
Selama beberapa bulan ia mencoba dan mencoba sementara saya mendengarkan dan mengernyitkan dahi dan mencoba mendorong semangatnya.
Pada setiap pelajaran mingguan ia akan selalu berkata, �Mama saya akan mendengarkan saya main piano pada suatu hari nanti.� Tetapi bagi saya, hal itu sangat tidak mungkin, karena ia sama sekali tidak punya bakat musik bawaan. Saya hanya mengenal mamanya dari jauh ketika mamanya menurunkan Robby dari mobil atau menunggu di mobilnya yang sudah tua untuk menjemput Robby. Si ibu selalu tersenyum dan melambaikan tangan, tetapi dia tidak pernah mampir ke rumah saya.
Kemudian pada suatu hari Robby berhenti belajar piano. Saya ingin menelpon dia, tetapi saya menganggap bahwa karena kurangnya kemampuan musik maka Robby telah memutuskan untuk belajar hal lain lagi.
Saya juga senang kalau Robby telah berhenti belajar � dia bisa menjadi iklan yang buruk bagi pelajaran piano saya! Beberapa minggu kemudian saya mengirimkan flyer ke rumah-rumah untuk mengundang resital piano yang akan diadakan. Yang mengejutkan, Robby (yang sudah menerima flyer) bertanya kepada saya apakah dia boleh ikut resital itu. Saya mengatakan kepadanya bahwa resital itu dimaksudkan bagi murid-murid yang masih belajar, tetapi karena dia sudah keluar, maka dia tidak boleh ikut resital.
Robby menceritakan bahwa mamanya telah sakit dan tidak dapat mengantarnya untuk belajar piano, tetapi dia terus berlatih. �Ayolah, Nona Honor, ijinkan saya main piano,� dia terus mendesak.
Saya tidak tahu apa yang menyebabkan saya mengijinkan Robby main di resital piano itu � mungkin karena ia terus mendesak saya atau sesuatu di dalam diri saya mengatakan bahwa hal itu akan baik-baik saja.
Aula SMA itu dipenuhi para orang tua, anggota keluarga, dan para handai taulan. Saya menaruh giliran Robby pada akhir acara, tepat sebelum saya akan tampil kemuka dan mengucapkan terima kasih kepada seluruh siswa dan memainkan bagian terakhir.
Saya pikir jika ada kekeliruan yang akan Robby buat dengan penampilannya pada akhir acara, maka saya akan dapat menutupinya dengan pertunjukan akhir saya.
Malam resitalpun tiba dan untunglah resital itu berlangsung dengan baik tanpa halangan, yang membuktikan bahwa para siswa sudah berlatih dengan baik dan semua itu nampak.
Kemudian Robby tampil di panggung. Pakaiannya kusut dan rambutnya terlihat acak-acakan. �Mengapa ia tidak berpakaian dan berpenampilan seperti para siswa yang lain?� demikian pikir saya. �Mengapa mamanya tidak menyisir rambutnya untuk malam spesial seperti ini?�
Robby menarik bangku piano, dan saya sangat terkejut ketika dia mengumumkan bahwa ia telah memilih untuk memainkan simfoni Mozart Concerto no. 21 dalam C Mayor.
Saya tidak siap mendengarkan apa yang terdengar kemudian.
Jari-jarinya bergerak dengan ringan di atas tuts piano, bahkan menari-nari dengan cekatan di atas bilah gading piano itu. Dia bergerak dari gerakan yang sangat lembut ke gerakan yang sangat kuat, dari yang cepat ke arah yang penuh keahlian; kunci-kunci nada yang disuspens seperti tuntutan Mozart dilakukan dengan sangat luar biasa. Tidak pernah saya mendengar simfoni Mozart dimainkan demikian baik oleh siapapun yang seumur Robby.
Setelah enam setengah menit ia mengakhirinya dengan permainan makin keras yang agung, dan setiap orang berdiri memberi aplaus yang heboh�! Setelah berhasil menguasai perasaan saya dan dengan berlinangan airmata, saya lari ke arah panggung dan memeluk Robby dalam sukacita. �Saya tidak pernah mendengar kamu bermain seperti itu Robby, bagaimana kamu melakukannya?�
Melalui mikrofon Robby menerangkan:
�Nah, Miss Honor, ingatkah bahwa saya telah memberitahu anda bahwa mama saya sakit? Sebenarnya ia sakit kanker dan meninggal pagi tadi. Dan� ia terlahir dengan tuli, maka malam ini adalah pertama kali bagi mama saya mendengarkan permainan piano saya, dan saya ingin membuat permainan ini istimewa.� Setiap orang berlinangan airmata di gedung itu mendengarkan penuturan anak kecil itu.
Ketika petugas dari Dinas Sosial menjemput Robby untuk dibawa ke Panti Asuhan, saya memperhatikan bahwa mata para petugas itupun merah dan sembab.
Saya berkata kepada diri saya sendiri betapa hidup saya diperkaya dengan mengambil Robby sebagai murid saya. Tidak, saya tidak pernah memiliki anak ajaib, tetapi pada malam itu sayalah yang menjadi anak ajaib bagi Robby. Dialah gurunya dan sayalah muridnya, karena dia mengajarkan kepada saya apa arti ketekunan dan kasih dan percaya diri, dan tentang memberi kesempatan kepada seseorang meskipun engkau tidak tahu kenapa.
Robby terbunuh bertahun-tahun kemudian pada peristiwa pengeboman di Gedung Federal Alfred P. Murray di Kota Oklahoma pada bulan April 1995.
Dan inilah catatan kaki untuk kisah ini�
Jika anda memikirkan untuk memforward kisah ini, anda mungkin sedang membayangkan orang-orang dalam daftar email anda yang cocok dan tidak cocok untuk menerima pesan ini. Orang yang mengirim pesan ini kepada anda percaya bahwa kita semua dapat membuat perbedaan! Begitu banyak interaksi yang nampaknya sepele diantara dua orang akan memberi kita pilihan.
Apakah kita akan bertindak dengan belas kasihan atau kita akan lewatkan kesempatan itu dan membuat dunia ini lebih dingin dalam perjalanannya? Pilih membiarkan pesan itu atau meneruskannya? Anda telah mengetahui pilihan yang telah saya buat. Terima kasih sudah membaca kisah ini.
May God Bless you today, tomorrow and always.
If God didn't have a purpose for us, we wouldn't be here...!!!
Care deeply.
Live simply.
Love generously.
Speak kindly.
Leave the rest to God.
Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN http://kesaksianabadi.blogspot.com
*****
A True Chilling Story
This is a true story and it will give you the chills.
This is a beautiful and touching story of love and perseverance.
Well worth the read...
The story goes:
At the prodding of my friends I am writing this story.
My name is Mildred Honor and I am a former elementary school music teacher from Des Moines, Iowa. I have always supplemented my income by teaching piano lessons - something I have done for over 30 years.
During those years I found that children have many levels of musical ability, and even though I have never had the pleasure of having a prodigy, I have taught some very talented students.
However, I have also had my share of what I call 'musically challenged' pupils - one such pupil being Robby...
Robby was 11 years old when his mother [a single mom] dropped him off for his first piano lesson.
I prefer that students [especially boys] begin at an earlier age, which I explained to Robby. But Robby said that it had always been his mother's dream to hear him play the piano, so I took him as a student.
Well, Robby began his piano lessons and from the beginning I thought it was a hopeless endeavor.
As much as Robby tried, he lacked the sense of tone and basic rhythm needed to excel.
But he dutifully reviewed his scales and some elementary piano pieces that I require all my students to learn.
Over the months he tried and tried while I listened and cringed and tried to encourage him.
At the end of each weekly lesson he would always say "My mom's going to hear me play someday".
But to me, it seemed hopeless, he just did not have any inborn ability.
I only knew his mother from a distance as she dropped Robby off or waited in her aged car to pick him up.
She always waved and smiled, but never dropped in.
Then one day Robby stopped coming for his lessons.
I thought about calling him, but assumed that because of his lack of ability he had decided to pursue something else.
I was also glad that he had stopped coming - he was a bad advertisement for my teaching! Several weeks later I mailed a flyer recital to the students' homes. To my surprise, Robby [who had received a flyer] asked me if he could be in the recital. I told him that the recital was for current pupils and that because he had dropped out, he really did not qualify.
He told me that his mother had been sick and unable to take him to his piano lessons, but that he had been practicing. "Please Miss Honor, I've just got to play" he insisted.
I don't know what led me to allow him to play in the recital - perhaps it was his insistence or maybe something inside of me saying that it would be all right.
The high school gymnasium was packed with parents, relatives and friends.
I put Robby last in the program, just before I was to come up and thank all the students and play a finishing piece.
I thought that any damage he might do would come at the end of the program and I could always salvage his poor performance through my 'curtain closer'.
The night of the recital came and the Well, the recital went off without a hitch, the students had been practicing and it showed.
Then Robby came up on the stage. His clothes were wrinkled and his hair looked as though he had run an egg beater through it. "Why wasn't he dressed up like the other students?"
I thought. "Why didn't his mother at least make him comb his hair for this special night?"
Robby pulled out the piano bench, and I was surprised when he announced that he had chosen to play Mozart's Concerto No. 21 in C Major.
I was not prepared for what I heard next.
His fingers were light on the keys, they even danced nimbly on the ivories.
He went from pianissimo to fortissimo, from allegro to virtuoso; his suspended chords that Mozart demands were magnificent!
Never had I heard Mozart played so well by anyone his age.
After six and a half minutes he ended in a grand crescendo, and everyone was on their feet in wild applause..!!!
Overcome and in tears, I ran up on stage and put my arms around Robby in joy. "I have never heard you play like that Robby, how did you do it?"
Through the microphone Robby explained:
"Well, Miss Honor, remember I told you that my mom was sick? Well, she actually had cancer and passed away this morning. And well . . . she was born deaf, so tonight was the first time she had ever heard me play, and I wanted to make it special."
There wasn't a dry eye in the house that evening.
As the people from Social Services led Robby from the stage to be placed in to foster care, I noticed that even their eyes were red and puffy.
I thought to myself then how much richer my life had been for taking Robby as my pupil.
No, I have never had a prodigy, but that night I became a prodigy of Robby.
He was the teacher and I was the pupil, for he had taught me the meaning of perseverance and love and believing in yourself, and may be even taking a chance on someone and you didn't know why.
Robby was killed years later in the senseless bombing of the Alfred P. Murray Federal Building in Oklahoma City in April, 1995.
And now, a footnote to the story..
If you are thinking about forwarding this message, you are probably wondering which people on your address list aren't the 'appropriate' ones to receive this type of message.
The person who sent this to you believes that we can all make a difference..!
So many seemingly trivial interactions between two people present us with a choice..
Do we act with compassion or do we pass up that opportunity and leave the world a bit colder in the process..?
You now have two choices:
01. Delete this . . .
OR
02. Forward it to the people you care about.
You know the choice I made.
Thank you for reading this.
May God Bless you today, tomorrow and always.
If God didn't have a purpose for us, we wouldn't be here...!!!
Care deeply.
Live simply.
Love generously.
Speak kindly.
Leave the rest to God.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Tuesday, 21 February 2012
Ketika Tuhan Menjadi Boss Anda
Ketika Tuhan Menjadi Boss Anda - When God is Your Boss
�Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:6-7).
Ini adalah kisah nyata. Seorang pria sangat marah karena boss-nya sungguh-sungguh memusuhi dia. Boss-nya selalu mencoba membuatnya kelihatan berprestasi buruk dan tidak pernah memberikan apresiasi apapun terhadap apa yang dia telah kerjakan. Padahal sebenarnya si boss merasa iri terhadapnya. Namun, orang ini terus melakukan apa yang terbaik, seperti melakukannya untuk Tuhan. Selama itu banyak promosi yang seharusnya dia terima, namun karena boss yang tidak adil itu, ia selalu luput dari promosi.
Pada suatu hari pimpinan perusahaan ada di kota itu, dan orang ini harus memberikan presentasi kepada pimpinan. Akhirnya pimpinan perusahan sangat puas dan terkesan dengan presentasinya. Sekitar setahun kemudian, ada posisi yang lowong yang seharusnya diberikan kepada boss si pria, tetapi pimpinan perusahaan melewati si boss dan berbicara langsung kepada orang ini. Kini, bukannya pria ini yang harus bekerja bagi bossnya yang tidak fair, tetapi posisi telah berganti,.bossnya harus melapor kepada pria ini.
Ingatlah selalu bahwa promosi jabatan datangnya dari Tuhan. Ketika anda tetap setia dan mempertahankan sikap yang benar, itulah saat yang tepat Tuhan akan mempromosikan anda. Satu sentuhan anugerah dari Tuhan akan menjungkir-balikkan keadaan. Tetaplah bertahan. Tetaplah setia. Tetaplah di jalan yang benar. Tuhan akan membuat apa yang salah dalam kehidupan anda menjadi benar dan mempromosikan anda pada musim yang tepat!
DOA HARI INI
Ya Bapa, hari ini dengan segala kerendahan hati saya menundukkan diri saya kepada-Mu karena Engkau baik dan setia. Saya memilih untuk hidup dan bekerja sesuai dengan firman-Mu karena saya mengasihi-Mu dan ingin sekali menghormati-Mu. Saya menerima belas kasih dan anugerah-Mu hari ini sehingga saya dapat menjalani hidup yang berkenan kepada Mu dalam nama Tuhan Yesus. Amin.
Naskah asli oleh Joel Osteen, kiriman dari Bapak Michael Tjahjono di Perth - Aussie, diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk Pentas Kesaksian, http://kesaksianabadi.blogspot.com
*******
When God is Your Boss
_____________________
�For exaltation (promotion) comes neither from the east nor from the west nor from the south. But God is the Judge: He puts down one, and exalts another�
(Psalm 75:6�7, NKJV)
_____________________
This is a true story. One man was upset because his boss was really against him. The boss was always trying to make him look bad and would never give him any kind of recognition. The truth is that his boss was jealous of him. But, this man just kept being his best, working unto God. There were several promotions that he should have received, but because of this unfair boss, he was passed over.
One day the CEO of the corporation was in town, and this man had to make a presentation. The CEO was very impressed. About a year later, a position became available that should have gone to the man's boss, but the CEO bypassed the boss and called this man directly.
Today, instead of working for the unfair boss, the tables have turned. The boss is working for him.
Always remember, promotion comes from the Lord. When you stay faithful and keep a right attitude, that�s when God will promote you. One touch of His favor and things will totally turn around! Keep abiding. Keep being faithful. Stay on that high road. God will make your wrongs right and promote you in your due season!
A PRAYER FOR TODAY
Father God, today I humbly submit myself to You because You are good and faithful. I choose to work and live according to Your Word because I love You and desire to honor You. I receive Your mercy and grace today so I can live a life pleasing to You in Jesus� name. Amen. (Written by Joel Osteen)
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
�Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:6-7).
Ini adalah kisah nyata. Seorang pria sangat marah karena boss-nya sungguh-sungguh memusuhi dia. Boss-nya selalu mencoba membuatnya kelihatan berprestasi buruk dan tidak pernah memberikan apresiasi apapun terhadap apa yang dia telah kerjakan. Padahal sebenarnya si boss merasa iri terhadapnya. Namun, orang ini terus melakukan apa yang terbaik, seperti melakukannya untuk Tuhan. Selama itu banyak promosi yang seharusnya dia terima, namun karena boss yang tidak adil itu, ia selalu luput dari promosi.
Pada suatu hari pimpinan perusahaan ada di kota itu, dan orang ini harus memberikan presentasi kepada pimpinan. Akhirnya pimpinan perusahan sangat puas dan terkesan dengan presentasinya. Sekitar setahun kemudian, ada posisi yang lowong yang seharusnya diberikan kepada boss si pria, tetapi pimpinan perusahaan melewati si boss dan berbicara langsung kepada orang ini. Kini, bukannya pria ini yang harus bekerja bagi bossnya yang tidak fair, tetapi posisi telah berganti,.bossnya harus melapor kepada pria ini.
Ingatlah selalu bahwa promosi jabatan datangnya dari Tuhan. Ketika anda tetap setia dan mempertahankan sikap yang benar, itulah saat yang tepat Tuhan akan mempromosikan anda. Satu sentuhan anugerah dari Tuhan akan menjungkir-balikkan keadaan. Tetaplah bertahan. Tetaplah setia. Tetaplah di jalan yang benar. Tuhan akan membuat apa yang salah dalam kehidupan anda menjadi benar dan mempromosikan anda pada musim yang tepat!
DOA HARI INI
Ya Bapa, hari ini dengan segala kerendahan hati saya menundukkan diri saya kepada-Mu karena Engkau baik dan setia. Saya memilih untuk hidup dan bekerja sesuai dengan firman-Mu karena saya mengasihi-Mu dan ingin sekali menghormati-Mu. Saya menerima belas kasih dan anugerah-Mu hari ini sehingga saya dapat menjalani hidup yang berkenan kepada Mu dalam nama Tuhan Yesus. Amin.
Naskah asli oleh Joel Osteen, kiriman dari Bapak Michael Tjahjono di Perth - Aussie, diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk Pentas Kesaksian, http://kesaksianabadi.blogspot.com
*******
When God is Your Boss
_____________________
�For exaltation (promotion) comes neither from the east nor from the west nor from the south. But God is the Judge: He puts down one, and exalts another�
(Psalm 75:6�7, NKJV)
_____________________
This is a true story. One man was upset because his boss was really against him. The boss was always trying to make him look bad and would never give him any kind of recognition. The truth is that his boss was jealous of him. But, this man just kept being his best, working unto God. There were several promotions that he should have received, but because of this unfair boss, he was passed over.
One day the CEO of the corporation was in town, and this man had to make a presentation. The CEO was very impressed. About a year later, a position became available that should have gone to the man's boss, but the CEO bypassed the boss and called this man directly.
Today, instead of working for the unfair boss, the tables have turned. The boss is working for him.
Always remember, promotion comes from the Lord. When you stay faithful and keep a right attitude, that�s when God will promote you. One touch of His favor and things will totally turn around! Keep abiding. Keep being faithful. Stay on that high road. God will make your wrongs right and promote you in your due season!
A PRAYER FOR TODAY
Father God, today I humbly submit myself to You because You are good and faithful. I choose to work and live according to Your Word because I love You and desire to honor You. I receive Your mercy and grace today so I can live a life pleasing to You in Jesus� name. Amen. (Written by Joel Osteen)
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Monday, 20 February 2012
Love Story
LOVE STORY
Kisah ini terjadi di Beijing Cina. Seorang gadis bernama Yo Yi Mei memiliki cinta terpendam terhadap teman karibnya di masa sekolah. Namun ia tidak pernah mengungkapkannya, ia hanya selalu menyimpan di dalam hati dan berharap temannya bisa mengetahuinya sendiri. Tapi sayang, temannya tak pernah mengetahuinya, hanya menganggapnya sebagai sahabat, tak lebih.
Suatu hari Yo Yi Mei mendengar bahwa sahabatnya akan segera menikah, hatinya sesak, tapi ia tersenyum dan berdoa, �Aku harap kau bahagia�. Sepanjang hari Yo Yi Mei bersedih, ia menjadi tidak ada semangat hidup, tapi dia selalu mendoakan kebahagiaan sahabatnya
12 Juli 1994 sahabatnya memberikan contoh undangan pernikahan yang akan segera dicetak kepada Yi Mei. Ia berharap Yi Mei akan datang. Sahabatnya melihat Yi Mei yang menjadi sangat kurus dan tidak ceria bertanya, �Apa yang terjadi denganmu? Apa kau ada masalah?" Yi Mei tersenyum semanis mungkin.
�Kau salah lihat, aku tak punya masalah apa-apa, wah contoh undanganya bagus, tapi aku lebih setuju jika kau pilih warna merah muda, lebih lembut...� Ia mengomentari rencana undangan sahabatnya tesebut.
Sahabatnya tersenyum sambil berkata, �Oh ya, ummm aku akan menggantinya, terimakasih atas sarannya Mei. Aku harus pergi menemui calon istriku. Hari ini kami ada rencana melihat-lihat perabotan rumah.. daag!�.
Yi Mei tersenyum, melambaikan tangan, hatinya sakit sekali.
18 Juli 1994 Yi Mei terbaring di rumah sakit, ia mengalami koma. Yi Mei mengidap kanker darah stadium akhir. Kecil harapan Yi Mei untuk hidup, semua organnya yang berfungsi hanya pendengaran, dan otaknya, yang lain bisa dikatakan �mati� dan semuanya memiliki alat bantu. Hanya mukjizat yang bisa menyembuhkannya. Sahabatnya setiap hari menjenguknya, menunggunya, bahkan ia menunda pernikahannya. Baginya Yi Mei adalah tamu penting dalam pernikahannya. Keluaga Yi Mei sendiri akhirnya setuju memberikan �suntik mati� untuk Yi Mei karena tak tahan melihat penderitaan Yi Mei.
10 Desember 1994 semua keluarga setuju besok 11 Desember 1994 Yi Mei akan disuntik mati dan semua sudah ikhlas, hanya sahabat Yi Mei yang mohon diberi kesempatan berbicara yang terakhir. Sahabatnya menatap Yi Mei yang dulu selalu bersama. Ia mendekat berbisik di telinga Yi Mei dan berkata, �Mei apa kau ingat waktu kita mencari belalang, menangkap kupu kupu? Kau tahu, aku tak pernah lupa hal itu, dan apa kau ingat waktu di sekolah waktu kita dihukum bersama gara-gara kita datang terlambat, kita langganan kena hukum ya?�
�Apa kau ingat juga waktu aku mengejekmu, kau terjatuh di lumpur saat kau ikut lomba lari. Kau marah dan mendorongku hingga aku pun kotor? Apakah kau ingat aku selalu mengerjakan PR di rumahmu? Aku tak pernah melupakan hal itu..�
�Mei, aku ingin kau sembuh, aku ingin kau bisa tersenyum seperti dulu, aku sangat suka lesung pipitmu yang manis, kau tega meninggalkan sahabatmu ini?� Tanpa sadar sahabat Yi Mei menangis, air matanya menetes membasahi wajah Yi Mei.
�Mei.. kau tahu, kau sangat berarti untukku. Aku tak setuju kau disuntik mati. Rasanya aku ingin membawamu kabur dari rumah sakit ini. Aku ingin kau hidup. Kau tahu kenapa? Karena aku sangat mencintaimu. Aku takut mengungkapkan kepadamu, takut kau menolakku.�
�Meskipun aku tahu kau tidak mencintaiku, aku tetap ingin kau hidup, aku ingin kau hidup, Mei tolonglah, dengarkan aku Mei.. bangunlah..!!�
Sahabatnya menangis, ia menggenggam kuat tangan Yi Mei. �Aku selalu berdoa Mei, aku harap Tuhan memberikan keajaiban buatku, Yi Mei sembuh, sembuh total. Aku percaya, bahkan kau tahu? Aku puasa agar doaku semakin didengar Tuhan.�
�Mei, aku tak kuat besok melihat pemakamanmu! Kau jahat..!! Kau sudah tak mencintaiku. Sekarang kau mau pergi. Aku sangat mencintaimu... Aku menikah hanya ingin membuat dirimu tidak lagi dibayang-bayangi diriku sehingga kau bisa mencari pria yang selalu kau impikan, hanya itu Mei..�
�Seandainya saja kau bilang kau mencintaiku, aku akan membatalkan pernikahanku. Aku tak peduli.. tapi itu tak mungkin, kau bahkan mau pergi dariku sebagai sahabat.�
Sahabat Yi mei mengecup pelan dahi Yi Mei, ia berbisik, �Aku sayang kamu, aku mencintaimu.� Suaranya terdengar parau karena tangisan.
Dan apa yang terjadi? It's amazing! Tujuh jam setelah itu dokter menemukan tanda-tanda kehidupan dalam diri Yi Mei. Jari-jari tangan Yi Mei bisa bergerak. Jantungnya, paru-parunya, organ tubuh lainnya bekerja normal. Sungguh sebuah keajaiban!! Pihak medis menghubungi keluarga Yi Mei dan memberitahukan keajaiban yang terjadi. Dan sebuah mukjizat terjadi lagi, masa koma lewat, pada tanggal 11 Desember 1994.
Tanggal 14 Desember 1994, saat Yi Mei bisa membuka mata dan berbicara, sahabatnya ada disana, ia memeluk Yi Mei dan menangis bahagia. Dokter sangat kagum akan keajaiban yang terjadi. �Aku senang kau bisa bangun, kau sahabatku terbaik.� Sahabatnya memeluk erat Yi Mei.
Yi Mei tersenyum. �Kau yang memintaku bangun, kau bilang kau mencintaiku. Tahukah kau, aku selalu ingin mendengar kata-kata itu. Aku berpikir aku harus berjuang untuk hidup. Lei, aku mohon jangan tinggalkan aku ya, aku sangat mencintaimu.� Lei memeluk Yi Mei.
�Aku sangat mencintaimu juga,� kata Lei dengan pasti.
Tanggal 17 Februari 1995 Yi Mei dan Lei menikah. Kini mereka hidup bahagia dan sampai dengan saat ini pasangan ini memiliki 1 orang anak laki laki yang telah berusia 14 tahun. Kisah ini sempat menggemparkan Beijing.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Kisah ini terjadi di Beijing Cina. Seorang gadis bernama Yo Yi Mei memiliki cinta terpendam terhadap teman karibnya di masa sekolah. Namun ia tidak pernah mengungkapkannya, ia hanya selalu menyimpan di dalam hati dan berharap temannya bisa mengetahuinya sendiri. Tapi sayang, temannya tak pernah mengetahuinya, hanya menganggapnya sebagai sahabat, tak lebih.
Suatu hari Yo Yi Mei mendengar bahwa sahabatnya akan segera menikah, hatinya sesak, tapi ia tersenyum dan berdoa, �Aku harap kau bahagia�. Sepanjang hari Yo Yi Mei bersedih, ia menjadi tidak ada semangat hidup, tapi dia selalu mendoakan kebahagiaan sahabatnya
12 Juli 1994 sahabatnya memberikan contoh undangan pernikahan yang akan segera dicetak kepada Yi Mei. Ia berharap Yi Mei akan datang. Sahabatnya melihat Yi Mei yang menjadi sangat kurus dan tidak ceria bertanya, �Apa yang terjadi denganmu? Apa kau ada masalah?" Yi Mei tersenyum semanis mungkin.
�Kau salah lihat, aku tak punya masalah apa-apa, wah contoh undanganya bagus, tapi aku lebih setuju jika kau pilih warna merah muda, lebih lembut...� Ia mengomentari rencana undangan sahabatnya tesebut.
Sahabatnya tersenyum sambil berkata, �Oh ya, ummm aku akan menggantinya, terimakasih atas sarannya Mei. Aku harus pergi menemui calon istriku. Hari ini kami ada rencana melihat-lihat perabotan rumah.. daag!�.
Yi Mei tersenyum, melambaikan tangan, hatinya sakit sekali.
18 Juli 1994 Yi Mei terbaring di rumah sakit, ia mengalami koma. Yi Mei mengidap kanker darah stadium akhir. Kecil harapan Yi Mei untuk hidup, semua organnya yang berfungsi hanya pendengaran, dan otaknya, yang lain bisa dikatakan �mati� dan semuanya memiliki alat bantu. Hanya mukjizat yang bisa menyembuhkannya. Sahabatnya setiap hari menjenguknya, menunggunya, bahkan ia menunda pernikahannya. Baginya Yi Mei adalah tamu penting dalam pernikahannya. Keluaga Yi Mei sendiri akhirnya setuju memberikan �suntik mati� untuk Yi Mei karena tak tahan melihat penderitaan Yi Mei.
10 Desember 1994 semua keluarga setuju besok 11 Desember 1994 Yi Mei akan disuntik mati dan semua sudah ikhlas, hanya sahabat Yi Mei yang mohon diberi kesempatan berbicara yang terakhir. Sahabatnya menatap Yi Mei yang dulu selalu bersama. Ia mendekat berbisik di telinga Yi Mei dan berkata, �Mei apa kau ingat waktu kita mencari belalang, menangkap kupu kupu? Kau tahu, aku tak pernah lupa hal itu, dan apa kau ingat waktu di sekolah waktu kita dihukum bersama gara-gara kita datang terlambat, kita langganan kena hukum ya?�
�Apa kau ingat juga waktu aku mengejekmu, kau terjatuh di lumpur saat kau ikut lomba lari. Kau marah dan mendorongku hingga aku pun kotor? Apakah kau ingat aku selalu mengerjakan PR di rumahmu? Aku tak pernah melupakan hal itu..�
�Mei, aku ingin kau sembuh, aku ingin kau bisa tersenyum seperti dulu, aku sangat suka lesung pipitmu yang manis, kau tega meninggalkan sahabatmu ini?� Tanpa sadar sahabat Yi Mei menangis, air matanya menetes membasahi wajah Yi Mei.
�Mei.. kau tahu, kau sangat berarti untukku. Aku tak setuju kau disuntik mati. Rasanya aku ingin membawamu kabur dari rumah sakit ini. Aku ingin kau hidup. Kau tahu kenapa? Karena aku sangat mencintaimu. Aku takut mengungkapkan kepadamu, takut kau menolakku.�
�Meskipun aku tahu kau tidak mencintaiku, aku tetap ingin kau hidup, aku ingin kau hidup, Mei tolonglah, dengarkan aku Mei.. bangunlah..!!�
Sahabatnya menangis, ia menggenggam kuat tangan Yi Mei. �Aku selalu berdoa Mei, aku harap Tuhan memberikan keajaiban buatku, Yi Mei sembuh, sembuh total. Aku percaya, bahkan kau tahu? Aku puasa agar doaku semakin didengar Tuhan.�
�Mei, aku tak kuat besok melihat pemakamanmu! Kau jahat..!! Kau sudah tak mencintaiku. Sekarang kau mau pergi. Aku sangat mencintaimu... Aku menikah hanya ingin membuat dirimu tidak lagi dibayang-bayangi diriku sehingga kau bisa mencari pria yang selalu kau impikan, hanya itu Mei..�
�Seandainya saja kau bilang kau mencintaiku, aku akan membatalkan pernikahanku. Aku tak peduli.. tapi itu tak mungkin, kau bahkan mau pergi dariku sebagai sahabat.�
Sahabat Yi mei mengecup pelan dahi Yi Mei, ia berbisik, �Aku sayang kamu, aku mencintaimu.� Suaranya terdengar parau karena tangisan.
Dan apa yang terjadi? It's amazing! Tujuh jam setelah itu dokter menemukan tanda-tanda kehidupan dalam diri Yi Mei. Jari-jari tangan Yi Mei bisa bergerak. Jantungnya, paru-parunya, organ tubuh lainnya bekerja normal. Sungguh sebuah keajaiban!! Pihak medis menghubungi keluarga Yi Mei dan memberitahukan keajaiban yang terjadi. Dan sebuah mukjizat terjadi lagi, masa koma lewat, pada tanggal 11 Desember 1994.
Tanggal 14 Desember 1994, saat Yi Mei bisa membuka mata dan berbicara, sahabatnya ada disana, ia memeluk Yi Mei dan menangis bahagia. Dokter sangat kagum akan keajaiban yang terjadi. �Aku senang kau bisa bangun, kau sahabatku terbaik.� Sahabatnya memeluk erat Yi Mei.
Yi Mei tersenyum. �Kau yang memintaku bangun, kau bilang kau mencintaiku. Tahukah kau, aku selalu ingin mendengar kata-kata itu. Aku berpikir aku harus berjuang untuk hidup. Lei, aku mohon jangan tinggalkan aku ya, aku sangat mencintaimu.� Lei memeluk Yi Mei.
�Aku sangat mencintaimu juga,� kata Lei dengan pasti.
Tanggal 17 Februari 1995 Yi Mei dan Lei menikah. Kini mereka hidup bahagia dan sampai dengan saat ini pasangan ini memiliki 1 orang anak laki laki yang telah berusia 14 tahun. Kisah ini sempat menggemparkan Beijing.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Sunday, 19 February 2012
Pengemis
Renungan
Suatu hari sepasang suami istri sedang makan di rumahnya. Tiba-tiba pintu rumahnya diketuk seorang pengemis. Melihat keadaan si pengemis itu, sang istri merasa terharu dan bermaksud memberikan sesuatu. Sebagai seorang wanita baik dan patuh pada suaminya, ia meminta izin terlebih dahulu, "Suamiku, bolehkah aku memberi makanan kepada pengemis itu?"
Rupanya sang suami memiliki karakter yang berbeda dari wanita ini. Dengan suara lantang dan kasar,ia menjawab, "Jangan! Usir saja, dan tutup pintu!"
Wanita berhati baik ini terpaksa tidak memberikan apa-apa kepada si pengemis tadi.
Seiring berjalannya waktu, lelaki ini bangkrut, kekayaannya habis, dan ia menanggung banyak utang. Selain itu, karena ketidak-sesuaian sifat dengan istrinya, rumah tangganya tidak aman dan diakhiri dengan perceraian.
Beberapa tahun kemudian bekas istri lelaki bangkrut itu menikah lagi dengan seorang saudagar di kota dan hidup berbahagia.
Pada suatu hari, ketika wanita itu sedang makan dengan suami barunya, tiba-tiba ia mendengar pintu rumahnya diketuk orang. Setelah pintu dibuka ternyata tamu tak diundang itu adalah pengemis yang keadaannya membuat hati wanita tadi terharu. Ia pun berkata kepada suaminya, "Suamiku bolehkah aku memberikan sesuatu kepada pengemis ini?"
"Ya, beri pengemis itu makan, sayang!"
Setelah memberi makanan kepada pengemis itu, istrinya masuk ke dalam rumah sambil menangis. Dengan rasa heran suaminya bertanya, "Mengapa kau menangis? Apakah karena aku menyuruhmu memberikan daging ayam pada pengemis itu?"
Wanita itu menggeleng lemah, lalu berkata dengan sedih, "Suamiku, aku sedih dengan perjalanan takdir yang sungguh menakjubkan. Tahukah engkau siapa pengemis yang ada diluar itu? Dia adalah mantan suamiku yang pertama."
Mendengar keterangan ini, sang suami sedikit terkejut, tapi segera balik bertanya, "Tahukah kau siapakah aku yang kini menjadi suamimu ini? Aku adalah pengemis yang dulu diusirnya!"
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Suatu hari sepasang suami istri sedang makan di rumahnya. Tiba-tiba pintu rumahnya diketuk seorang pengemis. Melihat keadaan si pengemis itu, sang istri merasa terharu dan bermaksud memberikan sesuatu. Sebagai seorang wanita baik dan patuh pada suaminya, ia meminta izin terlebih dahulu, "Suamiku, bolehkah aku memberi makanan kepada pengemis itu?"
Rupanya sang suami memiliki karakter yang berbeda dari wanita ini. Dengan suara lantang dan kasar,ia menjawab, "Jangan! Usir saja, dan tutup pintu!"
Wanita berhati baik ini terpaksa tidak memberikan apa-apa kepada si pengemis tadi.
Seiring berjalannya waktu, lelaki ini bangkrut, kekayaannya habis, dan ia menanggung banyak utang. Selain itu, karena ketidak-sesuaian sifat dengan istrinya, rumah tangganya tidak aman dan diakhiri dengan perceraian.
Beberapa tahun kemudian bekas istri lelaki bangkrut itu menikah lagi dengan seorang saudagar di kota dan hidup berbahagia.
Pada suatu hari, ketika wanita itu sedang makan dengan suami barunya, tiba-tiba ia mendengar pintu rumahnya diketuk orang. Setelah pintu dibuka ternyata tamu tak diundang itu adalah pengemis yang keadaannya membuat hati wanita tadi terharu. Ia pun berkata kepada suaminya, "Suamiku bolehkah aku memberikan sesuatu kepada pengemis ini?"
"Ya, beri pengemis itu makan, sayang!"
Setelah memberi makanan kepada pengemis itu, istrinya masuk ke dalam rumah sambil menangis. Dengan rasa heran suaminya bertanya, "Mengapa kau menangis? Apakah karena aku menyuruhmu memberikan daging ayam pada pengemis itu?"
Wanita itu menggeleng lemah, lalu berkata dengan sedih, "Suamiku, aku sedih dengan perjalanan takdir yang sungguh menakjubkan. Tahukah engkau siapa pengemis yang ada diluar itu? Dia adalah mantan suamiku yang pertama."
Mendengar keterangan ini, sang suami sedikit terkejut, tapi segera balik bertanya, "Tahukah kau siapakah aku yang kini menjadi suamimu ini? Aku adalah pengemis yang dulu diusirnya!"
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Friday, 17 February 2012
Kemuliaan Hati
KEMULIAAN HATI
Sepasang suami-isteri beruntung mendapatkan tiket untuk kembali ke rumah orangtuanya di kampung. Ketika naik bus, ternyata telah ada seorang wanita duduk di tempat duduk mereka. Inilah cerita si isteri:
Suami memintaku duduk dulu di samping wanita itu, namun tidak meminta wanita ini berdiri. Ketika kuperhatikan, ternyata kaki wanita itu cacat, barulah aku tahu kenapa suamiku memberikan tempat duduknya.
Suamiku terus berdiri dari Jiayi sampai Taipei.
Dari awal, dia tidak ada memberi tanda kalau itu adalah tempat duduknya.
Setelah turun dari bus, aku berkata pada suamiku:
�Memberikan tempat duduk pada orang yang butuh memang baik, namun pertengahan perjalanan 'kan boleh memintanya berdiri agar gantian kamu yang duduk�
Suamiku menjawab, �Orang lain sudah tidak nyaman seumur hidup, aku hanya kurang nyaman selama 3 jam saja.�
Mendengar perkataan ini, aku sangat terharu karena suamiku sedemikian baik. Namun suamiku tidak mau orang lain tahu akan kebaikannya, dan itu membuat diriku merasakan dunia ini penuh dengan kehangatan.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Sepasang suami-isteri beruntung mendapatkan tiket untuk kembali ke rumah orangtuanya di kampung. Ketika naik bus, ternyata telah ada seorang wanita duduk di tempat duduk mereka. Inilah cerita si isteri:
Suami memintaku duduk dulu di samping wanita itu, namun tidak meminta wanita ini berdiri. Ketika kuperhatikan, ternyata kaki wanita itu cacat, barulah aku tahu kenapa suamiku memberikan tempat duduknya.
Suamiku terus berdiri dari Jiayi sampai Taipei.
Dari awal, dia tidak ada memberi tanda kalau itu adalah tempat duduknya.
Setelah turun dari bus, aku berkata pada suamiku:
�Memberikan tempat duduk pada orang yang butuh memang baik, namun pertengahan perjalanan 'kan boleh memintanya berdiri agar gantian kamu yang duduk�
Suamiku menjawab, �Orang lain sudah tidak nyaman seumur hidup, aku hanya kurang nyaman selama 3 jam saja.�
Mendengar perkataan ini, aku sangat terharu karena suamiku sedemikian baik. Namun suamiku tidak mau orang lain tahu akan kebaikannya, dan itu membuat diriku merasakan dunia ini penuh dengan kehangatan.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Pola Hidup Religius
MAU SEHAT? JADILAH ORANG RELIGIUS
Melakukan olahraga teratur dibarengi konsumsi makanan bergizi seimbang selama ini selalu didengung-dengungkan oleh para pakar kesehatan sebagai resep jitu dalam menjaga tubuh tetap sehat dan bugar. Tetapi alangkah baiknya jika Anda tidak melupakan unsur religius dalam menunjang kesehatan seperti berdoa atau pun bermeditasi.
Berbagai studi ilmiah mengklaim, melakukan doa dan meditasi secara teratur dapat menjadi faktor penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan memperpanjang usia hidup seseorang.
Di Amerika Serikat misalnya, praktik-praktik religius kini menjadi salah satu terapi alternatif yang paling banyak dilakukan. Studi di University of Rochester misalnya menemukan, lebih dari 85 persen orang yang menderita sakit memilih untuk berdoa. Prosentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan yang memilih menjalani pengobatan herbal atau pengobatan medis lainnya. Hal ini semakin membuktikan bahwa doa sungguh-sungguh efektif dalam membantu penyembuhan.
Banyak orang percaya bahwa berdoa dapat membantu meringankan stres, yang merupakan salah satu faktor risiko utama untuk penyakit. Disamping juga ampuh untuk membuat pikiran tetap positif dan menjadi orang kuat dalam menjalani setiap permasalahan hidup.
Dr Herbert Benson, seorang spesialis jantung dari Harvard Medical School dan seorang pionir dalam bidang pengobatan pikiran/ tubuh mengatakan bahwa respon relaksasi akan terjadi ketika seseorang berdoa atau meditasi. Pada saat itu, metabolisme tubuh akan menurun, denyut jantung melambat, tekanan darah turun, dan napas menjadi lebih tenang dan lebih teratur.
Dalam risetnya Herbert Benson menemukan bahwa melakukan praktik spiritual dalam jangka panjang dan setiap hari membantu menonaktifkan gen yang memicu percepatan kematian sel dan peradangan. Menurut Benson, pikiran dapat mempengaruhi ekspresi gen seseorang. Dan ini adalah bukti menarik bagaimana doa dapat mempengaruhi fungsi tubuh pada tingkat yang paling dasar.
Sementara itu, Dr Andrew Newberg, direktur Center for Spirituality and Mind University of Pennsylvania telah melakukan penelitian terhadap para Buddha Tibet saat melakukan meditasi dan Biarawati Fransiskan ketika berdoa. Hasil memperlihatkan bahwa terjadi penurunan aktivitas pada bagian otak yang berkaitan dengan kesadaran dan orientasi spasial. Peneliti juga menemukan bahwa doa dan meditasi dapat meningkatkan kadar dopamin, yang berhubungan dengan peningkatan rasa sukacita.
Sebuah riset National Institutes of Health menemukan bahwa orang yang berdoa setiap hari terbukti memiliki risiko lebih rendah terkena hipertensi (40 persen) ketimbang mereka yang berdoa secara tidak teratur. Bahkan, penelitian di Dartmouth Medical School menemukan bahwa pasien dengan keyakinan agama yang kuat di mana harus menjalani operasi jantung, tiga kali lebih mungkin untuk cepat pulih ketimbang mereka yang kurang religius.
Studi lain juga menunjukkan bahwa doa meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu untuk mengurangi keparahan dan frekuensi dari berbagai penyakit. []
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Melakukan olahraga teratur dibarengi konsumsi makanan bergizi seimbang selama ini selalu didengung-dengungkan oleh para pakar kesehatan sebagai resep jitu dalam menjaga tubuh tetap sehat dan bugar. Tetapi alangkah baiknya jika Anda tidak melupakan unsur religius dalam menunjang kesehatan seperti berdoa atau pun bermeditasi.
Berbagai studi ilmiah mengklaim, melakukan doa dan meditasi secara teratur dapat menjadi faktor penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan memperpanjang usia hidup seseorang.
Di Amerika Serikat misalnya, praktik-praktik religius kini menjadi salah satu terapi alternatif yang paling banyak dilakukan. Studi di University of Rochester misalnya menemukan, lebih dari 85 persen orang yang menderita sakit memilih untuk berdoa. Prosentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan yang memilih menjalani pengobatan herbal atau pengobatan medis lainnya. Hal ini semakin membuktikan bahwa doa sungguh-sungguh efektif dalam membantu penyembuhan.
Banyak orang percaya bahwa berdoa dapat membantu meringankan stres, yang merupakan salah satu faktor risiko utama untuk penyakit. Disamping juga ampuh untuk membuat pikiran tetap positif dan menjadi orang kuat dalam menjalani setiap permasalahan hidup.
Dr Herbert Benson, seorang spesialis jantung dari Harvard Medical School dan seorang pionir dalam bidang pengobatan pikiran/ tubuh mengatakan bahwa respon relaksasi akan terjadi ketika seseorang berdoa atau meditasi. Pada saat itu, metabolisme tubuh akan menurun, denyut jantung melambat, tekanan darah turun, dan napas menjadi lebih tenang dan lebih teratur.
Dalam risetnya Herbert Benson menemukan bahwa melakukan praktik spiritual dalam jangka panjang dan setiap hari membantu menonaktifkan gen yang memicu percepatan kematian sel dan peradangan. Menurut Benson, pikiran dapat mempengaruhi ekspresi gen seseorang. Dan ini adalah bukti menarik bagaimana doa dapat mempengaruhi fungsi tubuh pada tingkat yang paling dasar.
Sementara itu, Dr Andrew Newberg, direktur Center for Spirituality and Mind University of Pennsylvania telah melakukan penelitian terhadap para Buddha Tibet saat melakukan meditasi dan Biarawati Fransiskan ketika berdoa. Hasil memperlihatkan bahwa terjadi penurunan aktivitas pada bagian otak yang berkaitan dengan kesadaran dan orientasi spasial. Peneliti juga menemukan bahwa doa dan meditasi dapat meningkatkan kadar dopamin, yang berhubungan dengan peningkatan rasa sukacita.
Sebuah riset National Institutes of Health menemukan bahwa orang yang berdoa setiap hari terbukti memiliki risiko lebih rendah terkena hipertensi (40 persen) ketimbang mereka yang berdoa secara tidak teratur. Bahkan, penelitian di Dartmouth Medical School menemukan bahwa pasien dengan keyakinan agama yang kuat di mana harus menjalani operasi jantung, tiga kali lebih mungkin untuk cepat pulih ketimbang mereka yang kurang religius.
Studi lain juga menunjukkan bahwa doa meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu untuk mengurangi keparahan dan frekuensi dari berbagai penyakit. []
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Wednesday, 15 February 2012
Buku Elektronik Gratis
Hari ini saya menerima sebuah e-book, buku dalam format PDF (956 KB) dan dalam bahasa Inggris sebanyak 131 halaman, berjudul "SUNSHINE: Daughter of Sacrifice", sebuah buku yang mengisahkan seorang anak perempuan bernama Sunshine yang akan dikorbankan kepada Setan, namun oleh pertolongan Tuhan dibebaskan. Saya sendiri belum selesai membaca buku ini. Jika ada pembaca yang ingin dikirimi buku ini via email, silakan hubungi saya via: kristadi2004@yahoo.com atau sms 08129716102 dan menyebutkan alamat email anda. Terima kasih.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Tuesday, 14 February 2012
Duty Calls - Panggilan Tugas
PANGGILAN TUGAS
Seorang dokter memasuki rumah sakit dengan terburu-buru setelah ditelpon untuk menangani operasi darurat. Dia telah menanggapi telp itu secepat mungkin, bergegas ganti pakaian dan pergi menuju rumah sakit langsung ke blok ruang operasi. Ia mendapati ayahnya anak yang kecelakaan itu, yang sedang berjalan mondar mandir di gang depan ruang operasi menunggu dengan tak sabar kedatangan sang dokter.
Begitu sang ayah melihat kedatangan dokter, dia berteriak, "Mengapa anda sedemikian lama datang ke sini? Tidak tahukah nyawa anak saya sedang ada dalam bahaya? Apakah anda tidak punya rasa tanggung jawab?"
Dokter itu tersenyum dan berkata, "Maafkan saya, saya tadi tidak ada di rumah sakit dan saya telah berusaha sampai kesini secepat mungkin setelah saya terima panggilan telpon... Dan sekarang, saya harap bapak tenang saja sehingga saya dapat melaksanakan tugas saya."
"Tenang? Bagaimana kalau anak lelaki anda ada di ruang operasi sekarang, apakah anda akan tenang? Bagaimana kalau anak lelaki anda mati sekarang, apakah anda akan tenang?" sahut sang ayah dengan marah.
Dokter itu tersenyum lagi dan menjawab, "Saya akan katakan apa yang Ayub katakan di dalam Alkitab 'Dari tanah kita berasal dan kepada tanah kita akan kembali, terpujilah nama Tuhan'. Para dokter tidak dapat memperpanjang umur. Pergilah dan berdoalah bagi anak lelaki anda, kami para dokter akan melakukan apa yang terbaik dengan kasih karunia dari Tuhan."
"Memberi nasihat sewaktu tidak ada urusan dengan kita itu memang gampang sekali." gumam sang ayah.
Pembedahan terhadap anak itu perlu beberapa jam dan setelah itu sang dokter keluar ruang operasi dengan senang.
"Syukurlah! Anak anda telah selamat!" Dan tanpa menunggu jawaban sang ayah, dokter itu segera bergegas pergi sambil berkata, "Jika ada pertanyaan, tolong sampaikan kepada perawat!"
"Kenapa dokter itu demikian sombong? Kenapa dia tidak menunggu beberapa menit sehingga saya dapat menanyakan keadaan anak saya?" kata sang ayah kepada perawat segera setelah dokter berlalu.
Sang perawat menjawab seraya airmatanya mengalir di wajahnya, "Anaknya meninggal kemarin karena kecelakaan di jalan raya. Dokter itu sedang di rumah duka ketika kami menelponnya untuk mengoperasi anak anda. Dan sekarang dokter itu telah menyelamatkan anak anda, dia segera kembali untuk acara pemakaman."
JANGAN PERNAH MENGHAKIMI siapapun karena kita tidak pernah tahu apa yang sedang terjadi dalam kehidupan orang lain atau apa yang sedang dialami orang itu.
Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN http://kesaksianabadi.blogspot.com
******
DUTY CALLS
A doctor entered the hospital in hurry after being called in for an urgent surgery. He answered the call as soon as possible, changed his clothes and went directly to the surgery block. He found the boy�s father going and coming in the hall waiting for the doctor. Once seeing him, the dad yelled, �Why did you take all this time to come? Don�t you know that my son�s life is in danger? Don�t you have the sense of responsibility?�
The doctor smiled and said, �I am sorry, I wasn�t in the hospital and I came the fastest I could after receiving the call�� And now, I wish you�d calm down so that I can do my work.�
�Calm down?! What if your son was in this room right now, would you calm down? If your own son dies now what will you do??� said the father angrily
The doctor smiled again and replied: �I will say what Job said in the Holy Book �From dust we came and to dust we return, blessed be the name of God�. Doctors cannot prolong lives. Go and intercede for your son, we will do our best by God�s grace.�
�Giving advice when we�re not concerned is so easy,� murmured the father.
The surgery took some hours after which the doctor went out happy.
�Thank goodness! Your son is saved!� And without waiting for the father�s reply he carried on his way running. �If you have any question, ask the nurse!!�
�Why is he so arrogant? He couldn�t wait some minutes so that I ask about my son�s state� commented the father when seeing the nurse minutes after the doctor left.
The nurse answered, tears coming down her face: �His son died yesterday in a road accident, he was in the burial when we called him for your son�s surgery. And now that he saved your son�s life, he left running to finish his son�s burial.�
NEVER JUDGE ANYONE BECAUSE You never know how their life is or as to what is happening or what they�re going through. Just think ABOUT this moment.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Seorang dokter memasuki rumah sakit dengan terburu-buru setelah ditelpon untuk menangani operasi darurat. Dia telah menanggapi telp itu secepat mungkin, bergegas ganti pakaian dan pergi menuju rumah sakit langsung ke blok ruang operasi. Ia mendapati ayahnya anak yang kecelakaan itu, yang sedang berjalan mondar mandir di gang depan ruang operasi menunggu dengan tak sabar kedatangan sang dokter.
Begitu sang ayah melihat kedatangan dokter, dia berteriak, "Mengapa anda sedemikian lama datang ke sini? Tidak tahukah nyawa anak saya sedang ada dalam bahaya? Apakah anda tidak punya rasa tanggung jawab?"
Dokter itu tersenyum dan berkata, "Maafkan saya, saya tadi tidak ada di rumah sakit dan saya telah berusaha sampai kesini secepat mungkin setelah saya terima panggilan telpon... Dan sekarang, saya harap bapak tenang saja sehingga saya dapat melaksanakan tugas saya."
"Tenang? Bagaimana kalau anak lelaki anda ada di ruang operasi sekarang, apakah anda akan tenang? Bagaimana kalau anak lelaki anda mati sekarang, apakah anda akan tenang?" sahut sang ayah dengan marah.
Dokter itu tersenyum lagi dan menjawab, "Saya akan katakan apa yang Ayub katakan di dalam Alkitab 'Dari tanah kita berasal dan kepada tanah kita akan kembali, terpujilah nama Tuhan'. Para dokter tidak dapat memperpanjang umur. Pergilah dan berdoalah bagi anak lelaki anda, kami para dokter akan melakukan apa yang terbaik dengan kasih karunia dari Tuhan."
"Memberi nasihat sewaktu tidak ada urusan dengan kita itu memang gampang sekali." gumam sang ayah.
Pembedahan terhadap anak itu perlu beberapa jam dan setelah itu sang dokter keluar ruang operasi dengan senang.
"Syukurlah! Anak anda telah selamat!" Dan tanpa menunggu jawaban sang ayah, dokter itu segera bergegas pergi sambil berkata, "Jika ada pertanyaan, tolong sampaikan kepada perawat!"
"Kenapa dokter itu demikian sombong? Kenapa dia tidak menunggu beberapa menit sehingga saya dapat menanyakan keadaan anak saya?" kata sang ayah kepada perawat segera setelah dokter berlalu.
Sang perawat menjawab seraya airmatanya mengalir di wajahnya, "Anaknya meninggal kemarin karena kecelakaan di jalan raya. Dokter itu sedang di rumah duka ketika kami menelponnya untuk mengoperasi anak anda. Dan sekarang dokter itu telah menyelamatkan anak anda, dia segera kembali untuk acara pemakaman."
JANGAN PERNAH MENGHAKIMI siapapun karena kita tidak pernah tahu apa yang sedang terjadi dalam kehidupan orang lain atau apa yang sedang dialami orang itu.
Diposting oleh Hadi Kristadi untuk PENTAS KESAKSIAN http://kesaksianabadi.blogspot.com
******
DUTY CALLS
A doctor entered the hospital in hurry after being called in for an urgent surgery. He answered the call as soon as possible, changed his clothes and went directly to the surgery block. He found the boy�s father going and coming in the hall waiting for the doctor. Once seeing him, the dad yelled, �Why did you take all this time to come? Don�t you know that my son�s life is in danger? Don�t you have the sense of responsibility?�
The doctor smiled and said, �I am sorry, I wasn�t in the hospital and I came the fastest I could after receiving the call�� And now, I wish you�d calm down so that I can do my work.�
�Calm down?! What if your son was in this room right now, would you calm down? If your own son dies now what will you do??� said the father angrily
The doctor smiled again and replied: �I will say what Job said in the Holy Book �From dust we came and to dust we return, blessed be the name of God�. Doctors cannot prolong lives. Go and intercede for your son, we will do our best by God�s grace.�
�Giving advice when we�re not concerned is so easy,� murmured the father.
The surgery took some hours after which the doctor went out happy.
�Thank goodness! Your son is saved!� And without waiting for the father�s reply he carried on his way running. �If you have any question, ask the nurse!!�
�Why is he so arrogant? He couldn�t wait some minutes so that I ask about my son�s state� commented the father when seeing the nurse minutes after the doctor left.
The nurse answered, tears coming down her face: �His son died yesterday in a road accident, he was in the burial when we called him for your son�s surgery. And now that he saved your son�s life, he left running to finish his son�s burial.�
NEVER JUDGE ANYONE BECAUSE You never know how their life is or as to what is happening or what they�re going through. Just think ABOUT this moment.
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Whitney Houston and Adele
Whitney Houston dan Adele
Ada duka dan ada suka, Whitney Houston dan Adele di ajang Grammy Award ke-54 ini. Semoga kita bisa menarik pelajaran dari kisah hidup kedua orang ini. Betapa suci dan salehya kita harus hidup...
E-TAINMENT - SELEB Sumber Jawa Pos Group, http://www.jpnn.com/read/2012/02/14/117236/Bertabur-Cinta-untuk-Whitney-Houston-
Selasa, 14 Februari 2012 , 06:33:00
Bertabur Cinta untuk Whitney Houston
Adele Berjaya di Grammy Awards 2011
LOS ANGELES - Alkohol, obat-obatan terlarang, atau narkoba yang lama diakrabi Whitney Houston memang diduga kuat menjadi pemicu tewasnya sang diva berusia 48 tahun tersebut pada Minggu pagi WIB lalu (12/2). Namun, bukan sisi gelap itu yang dikenang oleh teman-teman dan fansnya di seluruh dunia, melainkan suara cantik dan sederet prestasinya di panggung musik dunia.
Setidaknya, itulah yang terlihat pada malam Grammy Awards ke-54 yang berlangsung Minggu malam waktu setempat atau Senin pagi WIB (13/2). Ungkapan cinta kepada pelantun soundtrack terlaris sepanjang masa, I Will Always Love You, itu tiada henti berkumandang.
Grammy yang digeber di Staples Center, Los Angeles, tersebut memang sangat lekat dengan nuansa duka. Tema acara juga didesain khusus untuk memberi tribute terhadap penyanyi yang album-albumnya total telah terjual 170 juta kopi di seluruh dunia tersebut.
Setelah penampilan pembuka dari Bruce Springsteen, host LL Cool J langsung mengajak para audiens mengenang Houston. "Kita tidak bisa menghindar dari situasi ini. Selalu ada kematian dalam keluarga kita," katanya, merujuk pada Houston, seperti dilansir Associated Press. Kemudian, rapper senior itu mengajak audiens berdoa. "Untuk saudara perempuan kami," ucapnya dengan suara bergetar.
"Bapa di Surga, kami berterima kasih kepada-Mu yang telah menciptakan Whitney di sekitar kami. Meski dia terlalu cepat meninggalkan kami, kami tetap merasa terberkati pernah disentuh oleh spiritnya yang indah dan menyala," tutur LL Cool J dalam doanya.
Bintang-bintang muda seperti Lady Gaga dan Miranda Lambert pun menunduk dalam-dalam, tenggelam dalam kesedihan. Juga Mitch dan Janis Winehouse, orang tua mendiang penyanyi berbakat yang meninggal tahun lalu karena overdosis narkoba, Amy Winehouse.
Tetapi, momen yang paling menyentuh terjadi kala Jennifer Hudson menyanyikan hits fenomenal Houston, I Will Always Love You. Diiringi denting piano, plus slide show tokoh-tokoh besar yang meninggal tahun lalu, atmosfer berkabung pun kian menguat di Staples Center.
Begitu emosionalnya Hudson, sampai-sampai dia harus berkali-kali menggigit bibir selama melantunkan soundtrack film The Bodyguard yang menjadi trademark Houston itu. "Whitney, kami akan selalu mencintaimu," ucapnya sesudah menyanyi, yang disambut standing ovation audiens.
Grammy sejatinya juga memberikan penghargaan khusus terhadap Etta James, penyanyi jazz yang baru meninggal 20 Januari lalu. Alicia Keys menyanyikan tribute untuknya di awal acara. Namun, tidak bisa dimungkiri, Grammy kali ini adalah Grammy untuk Houston. Hampir semua penampil menyelipkan ungkapan cinta dan selamat jalan buat mantan istri Bobby Brown tersebut.
"Aku hanya ingin mengucapkan pada Whitney yang sudah di surga sekarang, kami mencintaimu, kami semua mencintaimu, Whitney Houston," ucap Stevie Wonder setelah menjadi presenter sebuah kategori. Sementara, Rihanna meneriakkan, "Ayo buat suara untuk Whitney!"
Tidak mengherankan begitu banyak yang mencintai Houston. Selama hidupnya, penyanyi dengan range suara lima oktaf ini memang menebar banyak kasih melalui lagu-lagunya. Hampir semua tembang andalan seperti I Wanna Dance with Somebody, The Greatest Love of All, dan One Moment in Time bertema cinta, perjuangan, dan optimisme.
Pembawaan Houston juga sangat menyenangkan. Kawan-kawannya menyebut, perempuan kelahiran 9 Agustus 1963 ini selalu memasang senyum lebar nan hangat ketika bertemu. "Hanya sedikit orang yang bisa menyentuh dunia seperti yang dilakukan Whitney Houston," ungkap penyanyi country Billy Ray Cyrus.
Sementara itu, di sisi lain, Grammy kemarin juga menjadi ajang kejayaan Adele. Penyanyi soul asal Inggris tersebut memborong enam trofi, termasuk dari kategori bergengsi Album of the Year melalui album 21. Serta Best Record dan Song of The Year lewat single Rolling in the Deep.
Tiga trofi lain direbut dari kategori penampil perempuan terbaik, album vokal terbaik, serta video klip pendek terbaik untuk Someone Like You. Ini menjadi kado indah buat Adele, yang baru saja pulih setelah menjalani operasi tenggorokan. Tidak mengherankan, di panggung dia sempat meneteskan air mata haru.
"Rekaman ini terinspirasi oleh pengalaman seorang perempuan yang sebenarnya sangat normal. Semua orang pasti pernah mengalaminya," ungkap Adele, seperti dilansir Reuters.
"Hubungan yang gagal dan saya mengungkapkan pada semuanya, bagaimana perasaan saya. Itu terjadi pada tahun yang mengubah hidup saya," ungkap penyanyi 23 tahun itu. (na/c1/ttg)
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Ada duka dan ada suka, Whitney Houston dan Adele di ajang Grammy Award ke-54 ini. Semoga kita bisa menarik pelajaran dari kisah hidup kedua orang ini. Betapa suci dan salehya kita harus hidup...
E-TAINMENT - SELEB Sumber Jawa Pos Group, http://www.jpnn.com/read/2012/02/14/117236/Bertabur-Cinta-untuk-Whitney-Houston-
Selasa, 14 Februari 2012 , 06:33:00
Bertabur Cinta untuk Whitney Houston
Adele Berjaya di Grammy Awards 2011
LOS ANGELES - Alkohol, obat-obatan terlarang, atau narkoba yang lama diakrabi Whitney Houston memang diduga kuat menjadi pemicu tewasnya sang diva berusia 48 tahun tersebut pada Minggu pagi WIB lalu (12/2). Namun, bukan sisi gelap itu yang dikenang oleh teman-teman dan fansnya di seluruh dunia, melainkan suara cantik dan sederet prestasinya di panggung musik dunia.
Setidaknya, itulah yang terlihat pada malam Grammy Awards ke-54 yang berlangsung Minggu malam waktu setempat atau Senin pagi WIB (13/2). Ungkapan cinta kepada pelantun soundtrack terlaris sepanjang masa, I Will Always Love You, itu tiada henti berkumandang.
Grammy yang digeber di Staples Center, Los Angeles, tersebut memang sangat lekat dengan nuansa duka. Tema acara juga didesain khusus untuk memberi tribute terhadap penyanyi yang album-albumnya total telah terjual 170 juta kopi di seluruh dunia tersebut.
Setelah penampilan pembuka dari Bruce Springsteen, host LL Cool J langsung mengajak para audiens mengenang Houston. "Kita tidak bisa menghindar dari situasi ini. Selalu ada kematian dalam keluarga kita," katanya, merujuk pada Houston, seperti dilansir Associated Press. Kemudian, rapper senior itu mengajak audiens berdoa. "Untuk saudara perempuan kami," ucapnya dengan suara bergetar.
"Bapa di Surga, kami berterima kasih kepada-Mu yang telah menciptakan Whitney di sekitar kami. Meski dia terlalu cepat meninggalkan kami, kami tetap merasa terberkati pernah disentuh oleh spiritnya yang indah dan menyala," tutur LL Cool J dalam doanya.
Bintang-bintang muda seperti Lady Gaga dan Miranda Lambert pun menunduk dalam-dalam, tenggelam dalam kesedihan. Juga Mitch dan Janis Winehouse, orang tua mendiang penyanyi berbakat yang meninggal tahun lalu karena overdosis narkoba, Amy Winehouse.
Tetapi, momen yang paling menyentuh terjadi kala Jennifer Hudson menyanyikan hits fenomenal Houston, I Will Always Love You. Diiringi denting piano, plus slide show tokoh-tokoh besar yang meninggal tahun lalu, atmosfer berkabung pun kian menguat di Staples Center.
Begitu emosionalnya Hudson, sampai-sampai dia harus berkali-kali menggigit bibir selama melantunkan soundtrack film The Bodyguard yang menjadi trademark Houston itu. "Whitney, kami akan selalu mencintaimu," ucapnya sesudah menyanyi, yang disambut standing ovation audiens.
Grammy sejatinya juga memberikan penghargaan khusus terhadap Etta James, penyanyi jazz yang baru meninggal 20 Januari lalu. Alicia Keys menyanyikan tribute untuknya di awal acara. Namun, tidak bisa dimungkiri, Grammy kali ini adalah Grammy untuk Houston. Hampir semua penampil menyelipkan ungkapan cinta dan selamat jalan buat mantan istri Bobby Brown tersebut.
"Aku hanya ingin mengucapkan pada Whitney yang sudah di surga sekarang, kami mencintaimu, kami semua mencintaimu, Whitney Houston," ucap Stevie Wonder setelah menjadi presenter sebuah kategori. Sementara, Rihanna meneriakkan, "Ayo buat suara untuk Whitney!"
Tidak mengherankan begitu banyak yang mencintai Houston. Selama hidupnya, penyanyi dengan range suara lima oktaf ini memang menebar banyak kasih melalui lagu-lagunya. Hampir semua tembang andalan seperti I Wanna Dance with Somebody, The Greatest Love of All, dan One Moment in Time bertema cinta, perjuangan, dan optimisme.
Pembawaan Houston juga sangat menyenangkan. Kawan-kawannya menyebut, perempuan kelahiran 9 Agustus 1963 ini selalu memasang senyum lebar nan hangat ketika bertemu. "Hanya sedikit orang yang bisa menyentuh dunia seperti yang dilakukan Whitney Houston," ungkap penyanyi country Billy Ray Cyrus.
Sementara itu, di sisi lain, Grammy kemarin juga menjadi ajang kejayaan Adele. Penyanyi soul asal Inggris tersebut memborong enam trofi, termasuk dari kategori bergengsi Album of the Year melalui album 21. Serta Best Record dan Song of The Year lewat single Rolling in the Deep.
Tiga trofi lain direbut dari kategori penampil perempuan terbaik, album vokal terbaik, serta video klip pendek terbaik untuk Someone Like You. Ini menjadi kado indah buat Adele, yang baru saja pulih setelah menjalani operasi tenggorokan. Tidak mengherankan, di panggung dia sempat meneteskan air mata haru.
"Rekaman ini terinspirasi oleh pengalaman seorang perempuan yang sebenarnya sangat normal. Semua orang pasti pernah mengalaminya," ungkap Adele, seperti dilansir Reuters.
"Hubungan yang gagal dan saya mengungkapkan pada semuanya, bagaimana perasaan saya. Itu terjadi pada tahun yang mengubah hidup saya," ungkap penyanyi 23 tahun itu. (na/c1/ttg)
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Sunday, 12 February 2012
Penglihatan Sorga dan Neraka/Heaven and Hell as seen by Pastor Park Yong Gyu
Penglihatan Pdt. Park Yong Gyu
Di tahun 1987, Pdt. Park telah meninggal karena tekanan darah tinggi. Tapi oleh anugrah Tuhan, hidupnya diperpanjang 20 tahun lagi. Tetapi, untuk 4 tahun pertama, dia tidak dapat berbicara karena kondisinya yang tidak memungkinkan. Umurnya 50 tahun sewaktu dia kembali hidup. Selama dia meninggal, TUHAN memperlihatkan kepadanya Sorga dan Neraka.
Inilah penuturan Pendeta Park:
Saya ingin Anda tahu jika Anda sombong dan angkuh, Anda akan mendatangkan kutukan atas dirimu. Saya memiliki jemaat besar dengan 5000 anggota tapi Tuhan merendahkan saya karena kesombongan saya. Sekarang saya takut akan Allah. (Yakobus 4:6)
Saya memiliki harta kekayaan seharga 150 juta US$. Saya memiliki lima mobil mewah. Tapi setelah peristiwa kematian saya, saya memberikan semuanya. Tolonglah ingat, keselamatan tidak dapat diperoleh oleh banyaknya hartamu melainkan melalui iman. Sekarang saya memohon kepada para gembala, penatua, dan pemimpin lainnya untuk melayani Tuhan dengan segenap hati.
Pada tanggal 19 Desember 1987, setelah saya selesai makan siang dan sementara saya sedang beristirahat, saya mulai merasakan sakit yang amat sangat. Hal itu sungguh tak tertahankan sehingga saya merasa bahwa saya akan mati. Kemudian saya kehilangan kesadaran saya. Saya terbangun empat bulan kemudian dalam kondisi yang setengah sadar, dan dokter saya mengatakan kepada saya bahwa saya sebetulnya akan mati. Seluruh bagian tubuh saya syarafnya robek sejak mengalami kelumpuhan. Dan keluarga saya belum pernah mengizinkan anggota Gereja untuk menengok saya karena kondisi saya yang mengerikan. Kemudian saya meninggal.
Ketika meninggal, saya melihat dua orang memasuki kamar saya. Tetapi orang-orang ini masuk ke kamar saya melalui dinding. Saya berteriak, �Siapa, siapa kalian?! Rumah saya akan hancur bila kalian begitu!!� Kemudian yang seorang berkata, �Kami adalah malaikat-malaikat yang turun dari Sorga. Kami datang dari Kerajaan Allah.� Sebuah cahaya yang terang bersinar melalui para malaikat itu.
Malaikat yang berada di sebelah kanan saya memperkenalkan dirinya, �Saya berkeliling bagi Yesus dalam Kerajaan-Nya. Yesus memanggilku dan memerintahkanku untuk turun ke bumi. Dia memerintahkanku untuk membawamu ke Sorga. Kamu sudah mati. Tapi karena keluargamu menangis dengan teramat sedih, DIA berkehendak untuk memberikanmu hidup lebih lama lagi. Tapi untuk sekarang, DIA ingin memperlihatkan kepadamu Sorga dan Neraka. DIA akan memperlihatkannya kepadamu dan kamu akan memberi kesaksian kepada orang-orang yang ada di bumi. Semoga jumlah orang yang berakhir di Neraka akan berkurang dan jumlah orang yang akan ke Sorga menjadi bertambah karena kesaksianmu. Ini akan menjadi tugasmu. Tuhan mengintruksikan kepada kami untuk menyampaikannya kepadamu supaya jangan menunda. Jika kamu menunda, kamu tidak akan sanggup untuk mengunjungi Sorga dan Neraka.�
Kemudian malaikat di sebelah kiri saya berkata, �Di saat kamu lahir dan sampai pada saat kamu meninggal, aku telah bersama-sama denganmu.� Pada saat itu, saya tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh malaikat itu. Sekarang saya tahu. Dia adalah malaikat penjaga saya. Jadi saya berkata, �Saya tidak dapat pergi! Saya tidak akan pergi! Saya seorang pendeta! Saya tidak dapat bertemu TUHAN dalam kondisi fisik seperti ini. Saya ingin melihat DIA dalam keadaan sehat. Saya mungkin akan menerima lebih banyak hukuman daripada pujian dari TUHAN. Saya angkuh dan sombong dan sekarang saya terkutuk dan sakit. Bagaimana mungkin saya dapat masuk ke Sorga? Saya sangat takut. Saya mohon, kembalilah ke Sorga dan mintalah kepada TUHAN untuk menyembuhkan saya. Kemudian kembali dan bawa saya ke Sorga melalui mimpi saya. Saya mohon mintalah belas kasihan untuk saya.�
Tapi para malaikat tidak mendengarkan sanggahan saya. Mereka melepaskan pakaian saya dan berkata bahwa pakaian saya terlalu kotor untuk dikenakan di Sorga. Kemudian mereka memakaikan kepada saya pakaian putih bersih. (Zakharia 3:4)
Mereka memegang tangan saya dan kami terbang ke Sorga. Kami terbang melalui awan-awan dan saat saya melihat ke bawah, saya melihat bumi menjadi kecil. Mereka membawa saya mendekat pada Jalan Emas yang tak berujung. Saya melihat sebuah sinar yang terang, terlalu terang untuk ditatap secara langsung. Saya berkata, �Darimanakah cahaya ini berasal?� �Datangnya dari Sorga�, jawab malaikat.
Saya berpikir, �Wow! Besar sekali!� saya melihat sekelompok orang dalam pakaian putih terbang melaluinya. �Siapakah mereka?�, saya bertanya.
Malaikat menjawab, �Mereka adalah orang yang telah melayani Tuhan dengan setia dan percaya kepada Yesus dengan mematuhi dan mengikuti tuntunan Roh Kudus dengan segenap hati mereka. Tubuh mereka telah mati di bumi. Mereka sekarang adalah jiwa-jiwa yang menuju Sorga.�
Malaikat lain melanjutkan, �Ada 12 pintu gerbang di Sorga. Ketika satu jiwa datang ke Sorga, mereka harus masuk melalui salah satu gerbang itu.� Kami sedang berdiri di pintu Selatan tapi sudah tertutup. Sementara kami sedang menunggu, saya bertanya kepada malaikat, �Malaikat, kenapa gerbang ini tidak terbuka?�
Malaikat menjawab, �Hal itu karena kamu tidak bernyanyi lagu penyembahan Sorga.� (Mzm 100:4)
Saya bertanya, �Malaikat, saya sangatlah angkuh dan sombong dan sebagai hasilnya saya telah dikutuk dengan penyakit. Saya bukanlah seorang penyanyi lagu penyembahan bumi. Bagaimana saya sanggup bernyanyi lagu penyembahan Sorga ketika saya tidak pernah mendengar sebelumnya?�
Malaikat menjawab, �Kau benar. Tetapi kau tetap harus menyiapkan dirimu untuk menyembah. Kau adalah seorang yang angkuh tapi bersiaplah untuk bernyanyi.� Para malaikat mulai menyanyi. Saat mereka menyanyi, saya mulai turut bernyanyi bersama mereka. Hal itu kemudian menjadi sangat alamiah bagi saya, dan kami pun masuk.
Pemandangan di Sorga sungguh tak tergambarkan. Saya tidak dapat menggambarkan Sorga dengan bahasa bumi saya. Saya berkata, �Tuhan! Terima kasih banyak! Sekalipun, saya sangat angkuh dan sombong dan terkutuk dengan sebuah penyakit, Engkau tetap membawa saya ke Sorga untuk melihat-lihat.�
Saya kemudian mendengar suara Allah, �Pendeta Park Yong Gyu KU yang tercinta, AKU menyambutmu. Kau telah menempuh perjalanan panjang kemari.� Suara-NYA dipenuhi oleh kasih dan kelembutan.
Saya menjawab dengan menangis, �Tuhan...� Malaikat segera berkata, �Kamu telah menjadi pendeta selama 20 tahun. Tidakkah kamu baca Alkitabmu? Tidak ada airmata di Sorga. Jadi berhentilah!� Saya tidak dapat meneruskan tangis saya. (Wah 21:4).
Tuhan kemudian bertanya kepada saya lima pertanyaan.
1. Berapa banyak waktu yang kau luangkan untuk membaca Firman (Alkitab)?
2. Berapa banyak yang kau beri untuk persembahan?
3. Berapa kali kau menginjili orang?
4. Apakah kau telah memberi persepuluhan dengan benar?
5. Berapa banyak waktu yang kau habiskan di dalam doa?�
Saya tidak dapat menjawab kelima pertanyaan tersebut. Tuhan menghukum saya untuk kelima pertanyaan itu.
�Setelah kamu menjadi seorang pendeta yang besar, kamu telah menjadi malas untuk berdoa. Menjadi sibuk bukanlah alasan untuk-KU!� Saya harus bertobat untuk hal itu kemudian. �Malaikat akan memperlihatkan kepadamu banyak tempat di Sorga dan di Neraka. Lihatlah ke sekeliling sebanyak yang kamu harapkan. Kamu akan pergi setelah menyaksikan banyak bagian berbeda dari Sorga dan Neraka.� Tetapi Tuhan tidak mengizinkan saya untuk melihat wajah-NYA.
Para malaikat pertama membawa saya ke tiga tempat berbeda di Sorga:
1. Saya melihat anak kecil tinggal bersama.
2. Saya melihat tempat tinggal orang dewasa.
3. Saya melihat jiwa-jiwa yang berhasil mencapai sorga, walaupun mereka berhasil masuk Sorga, tetapi mereka masuk dengan perasaan malu.
Banyak orang telah bertanya kepada saya berapakah usia anak kecil tersebut. Mereka terlihat seperti anak-anak TK. Mereka bukanlah anak laki-laki kecil atau perempuan seperti yang kita ketahui berdasarkan jenis kelamin. Setiap anak memiliki malaikat bayi pelindung masing-masing.
Di Sorga, kebanyakan dari jiwa-jiwa tersebut memiliki rumah mereka sendiri (Yoh 14:2). Bagaimanapun, ada beberapa yang tidak memiliki rumah. Saya akan menjelaskan ini kemudian. Lebih lanjut, anak-anak tidak memiliki rumah mereka sendiri. Saya bertanya, �Anak-anak juga adalah jiwa, mengapa mereka tidak memiliki rumah mereka sendiri?�
Malaikat menjawab, �Sama seperti manusia di bumi membutuhkan bahan-bahan untuk membangun rumah mereka, kami yang ada di Sorga pun membutuhkan bahan untuk membangun. Ketika seseorang melayani Gereja dan orang lain dengan setia seperti untuk Tuhan, maka perbuatan-perbuatan baik itu akan menjadi bahan bagi pembangunan rumah orang tersebut di Sorga.
Ketika bahan-bahan disediakan, para malaikat yang ditugaskan untuk membangun rumah orang-orang kudus akan pergi mengerjakannya. Anak-anak yang masih sangat muda usianya tidak memiliki bahan-bahan untuk membangun rumah. Dengan kata lain, mereka tidak memiliki waktu atau kesempatan untuk menghasilkan imbalan/bahan. Inilah mengapa mereka tidak memiliki rumah.�
Saya melanjutkan dengan pertanyaan saya, �Apa yang harus saya lakukan di bumi untuk menyediakan bahan-bahan bagi rumah saya?�
Malaikat menjawab, �Ada tujuh hal yang harus dilakukan seseorang untuk mengumpulkan bahan-bahan bagi pembangunan rumahnya:
1. Penjumlahan dari total penyembahan dan pujian kepada Allah.
2. Waktu yang mereka luangkan untuk membaca Alkitab.
3. Waktu yang mereka luangkan untuk berdoa.
4. Waktu yang mereka luangkan untuk menginjili orang lain.
5. Persembahan seseorang kepada Allah.
6. Ketaatan mereka dalam perpuluhan kepada Allah.
7. Waktu yang mereka luangkan untuk melayani Gereja dalam segala cara.
Inilah perbuatan atau pekerjaan karena ketaatan dimana seseorang mengumpulkan bahan-bahan untuk membangun rumah Sorgawi mereka. Jika seseorang kurang dalam area ini, mereka tidak akan memiliki bahan untuk membangun rumah mereka.�
TEMPAT ANAK-ANAK
Ada banyak orang di Sorga yang tidak memiliki rumah. Bahkan yang tidak memiliki rumah ternyata adalah para pendeta, penatua, majelis, pemimpin, dsb. Saya bertanya lagi karena penasaran, �Dimanakah anak-anak tinggal kemudian?�
Malaikat menjawab, �Mereka tinggal disini.� Saat saya melihat ke sekeliling, mereka berkumpul di seluruh area taman bunga. Taman bunga sangat indah dan wanginya melebihi wewangian yang ada di dunia. Pemandangannya melebihi apa yang dapat saya gambarkan.
TEMPAT ORANG DEWASA
Tempat kedua adalah tempat bagi orang dewasa yang setia. Ada perbedaan antara Keselamatan dan Upah. Di tempat ini ada banyak rumah (Yoh 14:2). Rumah-rumah tersebut dibangun dengan permata/mutiara dan batu-batu langka. Beberapa rumah sangat tinggi setinggi gedung pencakar langit di bumi. Mereka yang dengan setia telah melayani Tuhan saat hidup di bumi telah membangun rumah mereka dengan permata/mutiara dan batu-batu langka. Di tempat ini, semua orang terlihat berumur 20-30 tahun. Di sini tidak ada perbedaan kelamin pria dan wanita. Tidak ada orang sakit, tua, atau orang cacat.
Saya dulu pernah mengenal seseorang yang sudah tua, oh, Im Myung. Dia telah meninggal di umur yang ke 65 tahun. Dia seorang yang bertubuh pendek, setinggi anak SD kelas 2. Dia telah menderita akibat penyakit langka. Tetapi, bila sudah menyangkut Alkitab, dia ibarat seorang lulusan PhD. Dia telah menulis banyak komentar. Saya bertemu dia di Sorga, dan di sana tubuhnya tinggi dan tampan. Dia tidak lagi sakit tetapi sehat. Sorga sungguh adalah tempat yang sangat menyenangkan! Saya penuh dengan pengharapan! Saya mohon percayalah dengan apa yang saya katakan saudara-saudari terkasih!
ORANG-ORANG YANG DISELAMATKAN DENGAN PERASAAN MALU
Tempat ketiga adalah bagi mereka yang telah diselamatkan dengan perasaan malu (1 Kor 3:15). Desa ini sangatlah besar ukurannya, beberapa kali lebih luas dari tempat yang kedua, dimana rumah-rumahnya terbuat dari permata/mutiara dan batu-batu langka. Saya tiba di tempat ini dalam kecepatan tinggi, mengendarai kereta emas. Terletak sangat jauh dari tempat indah lainnya yang saya lihat di Sorga.
Saya bertanya kepada para malaikat, �Saya melihat banyak tanah lapang dan hutan belantara. Mengapa saya tidak melihat adanya rumah?� Malaikat menjawab, �Yang kamu lihat adalah rumah.�
Saya melihat rumah flat yang besar, yang mengingatkan saya akan kandang ayam raksasa atau sejenis rumah gudang. Rumah-rumah ini tidaklah gemerlap, tetapi kumuh. Desa ini dan rumah-rumahnya adalah untuk jiwa-jiwa yang telah diselamatkan dengan perasaan malu. Ada begitu banyak rumah-rumah berukuran besar yang suram. Desa ini beberapa kali lebih besar dari tempat dimana jiwa-jiwa yang diberi upah tinggal.
Malaikat berkata, �Apakah kamu melihat dua buah rumah yang besar itu, satu di sebelah kananmu dan satu di sebelah kirimu?� Saya menjawab, �Ya, saya melihatnya.�
Malaikat berkata bahwa dia ingin memperlihatkan kepada saya kedua rumah tersebut secara khusus. Dia berkata, �Rumah di sebelah kanan adalah untuk mereka yang merupakan pendeta di bumi. Rumah yang di sebelah kanan adalah untuk mereka yang merupakan pemimpin di bumi.� Saat kami tiba di depan kedua rumah tersebut, saya menyadari bahwa rumah-rumah tersebut terlihat sama. Saya agak tercengang. Ketika kami membuka pintu dan masuk, kesan pertama saya adalah, �kandang ayam.� Dan bukannya 1000 ekor ayam tinggal di kandangnya, saya melihat jiwa-jiwa. Malaikat menyuruh saya untuk mengamati dengan teliti karena saya akan mengenali beberapa pendeta terkenal yang ada di dalam sejarah. Dan benar. Saya mengenali banyak pendeta yang ada di dalam sejarah. Saya secara khusus menyebut nama seorang pendeta dan bertanya kepada malaikat, �Saya kenal pendeta Korea itu! Saya tahu dia sangat terkenal dan banyak sekali pekerjaan yang telah dia lakukan untuk Tuhan. Mengapa dia ada disini? Saya tidak mengerti.�
Malaikat menjawab, �Dia tidak pernah menyediakan bahan-bahan untuk membangun rumahnya. Inilah mengapa dia tinggal di rumah susun.�
Saya bertanya kembali karena penasaran, �Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Mengapa dia sama sekali tidak memiliki bahan-bahan?� Malaikat menjawab, �Sementara dia bekerja sebagai pendeta melakukan tanggungjawabnya sebagai seorang pendeta, dia menikmati pujian dari manusia. Dia senang akan penghormatan. Dia senang dilayani. Tidak ada pengorbanan dan hati hamba dalam dirinya.� Pendeta ini sangatlah dihormati di Korea dan telah menjadi sebuah icon dalam sejarah Kekristenan Korea. Tetapi dia tidak mendapat upah!
Para pendeta di luar sana, saya mohon dengarkanlah! Anda harus menuntun orang bukan hanya pada pelayanan hari Minggu. Anda harus mengunjungi mereka di rumah mereka. Kau harus memelihara yang miskin, yang cacat dan yang tua. Para pendeta yang telah melayani tanpa mengorbankan hidup mereka dan senang dihormati tidak memiliki upah di Sorga (Mat 23:5-12).
Setelah saya menyaksikan pemandangan ini di Sorga dan setelah saya kembali ke bumi, saya segera memberikan semua harta milik saya termasuk lima mobil mewah saya. Hidup kita adalah untuk sementara. Dalam Alkitab, rata-rata hidup ini adalah 70-80 tahun. Tetapi hanya Tuhan yang tahu kapankah seseorang akan meninggal. Setiap orang bisa meninggal sebelum berumur 70 atau 80 tahun. Saya telah memutuskan untuk memberikan semuanya, termasuk pakaian saya. Orang-orang yang telah saya lihat menerima keselamatan dengan rasa malu adalah pendeta, majelis, gembala, dan umat percaya. Ada sejumlah besar majelis dan gembala dalam rumah yang suram ini. Tentu saja, ini lebih baik daripada di Neraka. Tetapi, kenapa ada seorang pun yang ingin masuk ke Sorga dalam cara yang demikian? Saya tidak akan berakhir di tempat yang memalukan itu. Pakaian mereka bahkan tampak suram.
Apakah persyaratan bagi orang Kristen untuk memiliki rumah yang indah di Sorga?
Pertama, kita harus menginjili orang sebanyak mungkin. Bagaimana caranya kita harus menginjili? Malaikat memberitahuku, �Misalkan ada seorang yang tidak mengenal Tuhan. Pada saat kau memutuskan untuk menginjili orang tersebut, bahan-bahan untuk membangun rumah mu telah disediakan. Saat kau secara tidak jemu-jemu berdoa untuk keselamatan mereka, lebih banyak lagi bahan bangunan yang disediakan. Kau harus secara menerus memeriksa keadaan mereka, mengunjungi mereka dan meneruskan penginjilanmu. Hal ini akan menambah jumlah bahan-bahan untuk membangun rumahmu. Jika seseorang berkata mereka tidak memiliki baju yang pantas untuk pergi ke gereja, maka kau harus menyediakan bagi mereka. Jika seseorang berkata dia tidak memiliki Alkitab, kau harus menyediakan satu baginya. Jika seseorang berkata dia tidak memiliki kacamata untuk membaca, kau harus menyediakan bagi mereka. Kau harus menyediakan apapun juga yang kau mampu sehingga orang ini pun bisa dituntun untuk mengenal Tuhan. Mereka yang tinggal di rumah yang terbaik adalah mereka yang telah menginjili terbanyak.
Para malaikat kemudian membawa saya ke tempat dimana para orang kudus tinggal dalam rumah yang bagus. Disini adalah tempat dimana para orang kudus yang telah banyak menginjili tinggal. Rasanya seperti pusat kota Surga.
Dalam sejarah Kekristenan, ada empat orang yang memiliki rumah terbesar dan paling indah. Para malaikat memperlihatkanku rumah seorang penginjil Amerika D.L Moody, Pendeta Inggris John Wesley, seorang penginjil Italia, dan penginjil Korea Pendeta Choi Gun Nung. Keempat orang ini memiliki rumah paling besar di Sorga. Keempat orang ini telah menghabiskan seluruh hidup mereka untuk menginjili orang-orang bahkan sampai pada hari kematian mereka.
Di antara umat percaya Korea, ada seorang yang memiliki rumah yang besar. Orang ini telah membangun banyak gedung Gereja dengan seluruh hartanya. Dia telah memberikan 3000 karung beras kepada orang miskin. Dia secara rahasia telah membantu keuangan para pendeta dan pemimpin. Dia membantu membayar iuran sekolah para ahli teologia. Dia juga telah membawa pulang seorang pendeta berumur 65 tahun ke rumahnya dan merawatnya, dimana Gerejanya sendiri telah mengusirnya keluar.
Saya mendengar seorang malaikat berteriak, �Bahannya telah datang!� Saya bertanya kepada malaikat yang berada di sebelah kanan saya mengenai bahan tersebut dan dia mengatakan kepada saya, �Bahan ini untuk penatua dari sebuah gereja kecil di suatu negara. Malah, dia menerima bahan-bahan setiap hari. Walaupun dia miskin, dia datang melayani di Gereja setiap pagi. Dia berdoa untuk 87 jemaat Gereja setiap hari. Dan setelah dia selesai berdoa, dia membersihkan gereja.�
Saya mendengar malaikat lain berteriak, �Kiriman spesial! Anak perempuan si penatua telah memberikan satu-satunya uang yang ia miliki kepada ibunya. Tetapi, si penatua tidak memakai uang itu untuk kepentingannya sendiri. Dia membeli 5 butir telur dan 2 pasang kaos untuk pendeta Gereja. Walaupun sepertinya halnya sebuah persembahan yang kecil, dia telah memberikan semua yang dia miliki. Ini menjadi bahan spesial untuk rumahnya di Sorga.�
Kedua, mereka yang memiliki rumah besar adalah mereka yang telah membangun gedung gereja atau gedung lain untuk Kerajaan Allah dengan harta dan penghasilan mereka.
Di Sorga, saya juga bertemu dengan seorang penatua bernama Choi. Di antara penatua dan gembala yang ada di Sorga, dia memiliki rumah yang paling indah. Rumahnya lebih tinggi daripada gedung yang paling tinggi di Korea. Choi telah membangun banyak gedung Gereja di Korea dengan kekayaannya.
Saya bertanya kepada malaikat, �Bagaimana dengan rumah saya? Apakah dalam proses pembangunan?� Malaikat menjawab, �Tepat sekali!� saya memohon untuk melihat rumah saya. Tapi mereka mengatakan kepada saya bahwa hal tersebut tidak diizinkan. Saya terus saja memohon dan setelah tak henti-hentinya memohon, malaikat mengatakan bahwa sekarang saya telah diizinkan oleh Tuhan untuk melihatnya.
Kami memasuki kereta dan menuju ke suatu tempat yang sangat jauh. Saya penuh dengan pengharapan. Saya bertanya, �Dimanakah rumah saya?� Malaikat menjawab, �Ada di sana!� Tapi yang terlihat hanyalah sebuah fondasi, hanya siap untuk pembangunan. Saya menangis, �Mengapa kau melakukan hal ini pada saya? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin rumah saya berada dalam area pembangunan? Setelah selamat dari perang Korea, saya menjual rumah saya untuk membangun gedung Gereja. Gereja ini bertumbuh hingga 5000 jemaat. Saya menulis banyak buku yang diilhamkan oleh Roh Kudus. Salah satu buku menjadi best seller. Dari hasil penjualan buku, saya membangun sekolah Kristen. Sekolah telah melahirkan 240 pendeta. Saat masih menjadi Dekan, saya telah memberikan lebih dari 400 beasiswa kepada lebih dari 400 anak-anak miskin. Saya telah membangun rumah bagi janda-janda untuk tinggal. Semuanya ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Mengapa rumah saya berada dalam area pembangunan saja? Saya sangat frustrasi!�
Malaikat menjawab, �Kamu tidak pantas untuk tinggal dalam rumah yang indah di Sorga karena kamu telah menerima penghormatan dari manusia berulang kali. Setiap kali telah membangun atau melakukan sesuatu yang baik, kamu dipuji oleh manusia. Kamu bahkan menerima pujian dari koran setempat. Karena itu, semua pekerjaanmu menjadi sia-sia.� (Mat 6:1).
Saya melihat kepada rumah saya di area pembangunan. Lokasinya terletak di tengah-tengah tiga rumah lainnya. Hanya ada 3 lantai. Rumah tersebut memiliki banyak kamar kecil di dua lantai pertama. Saya bertanya kepada malaikat, �Mengapa saya memiliki kamar-kamar kecil?� Malaikat menjawab, �Kamar-kamar ini diperuntukkan bagi putra dan putrimu.�
�Saya hanya mempunyai empat orang anak,� Saya menjawab. Malaikat merespon, �Bukan, kamar-kamar tersebut bukan untuk anak-anak duniawimu, tetapi untuk mereka yang telah kamu injili dan selamat.� Saya suka itu! Saya bertanya, �Dimanakah kamar tidur saya?� Malaikat berkata bahwa kamar saya berada di atas atap. Hal itu menganggu saya. Kamar saya bahkan belum selesai. Dengan nada marah saya berkata, �Ruangannya sangat kecil! Mengapa begitu sulit untuk diselesaikan?!� Malaikat menjawab, �Kamu bahkan belum meninggal. Kami tidak bisa menyelesaikan rumah atau kamarmu karena kami tidak tahu bila ada bahan-bahan yang akan ditambahkan kemudian. Apakah kamu mengerti?�
Ketika kami memasuki kamar saya, saya melihat dua sertifikat di dinding, kemudian saya membacanya. Sertifikat pertama menggambarkan saya saat berumur 18 tahun tinggal di rumah yatim piatu. Pada hari Natal saat saya dalam perjalanan pulang ke ibadah pagi, saya melihat seorang laki-laki tua tiduran di jalanan. Saya melepaskan jaket saya dan memberikannya kepadanya. Tindakan itu telah memberi saya upah di Sorga. Sertifikat yang kedua menggambarkan kejadian yang sama tetapi untuk membelikan makanan kecil bagi seorang pria tua. Bukan masalah seberapa banyak uangnya. Tindakan tersebut harus disertai dengan hati yang tulus.
Kami meninggalkan tempat tersebut dan menuju ke tempat semula. Dalam perjalanan, salah seorang dari malaikat bertanya, �Apakah kamu sedih? Saya akan memberitahu kamu bagaimana caranya untuk membangun rumah yang indah. Tuhan berkata saat kamu kembali ke bumi, kamu harus pergi memberitahukan orang-orang tentang Surga dan Neraka seperti yang telah kamu saksikan.
Kedua, Tuhan menginginkan kamu untuk membangun sebuah tempat bagi para pendeta tua wanita dan penginjil yang tidak memiliki tempat untuk bernaung. Jika kamu setia melakukan semuanya ini, kamu akan memiliki rumah yang indah.�
Neraka
Kedua malaikat tersebut mengawal saya ke Neraka. Mereka berkata, �Sekarang kamu akan mengunjungi Neraka.� Anda tidak bisa membayangkan betapa luasnya Neraka. Saya terus berteriak, �Sangat besar! Sangat besar!� Disini adalah tempat dimana jiwa-jiwa yang terkutuk dan menerima penghukuman kekal berada. Rasanya seperti Neraka 1000 kali lebih luas dari bumi. Setengah dari Neraka berwarna merah dan setengahnya lagi berwarna hitam gelap. Saya bertanya kepada malaikat, �Mengapa bagian ini berwarna merah?�
Malaikat menjawab, �Tidakkah kamu tahu? Itu adalah bara sulfur. Setengahnya lagi adalah kegelapan. Ketika manusia berdosa dan berakhir disini, mereka akan disiksa dari kedua sisi..... Ada beragam jenis Gereja di Bumi dan banyak Gereja yang ibadahnya dihadiri banyak orang. Tetapi, kebanyakan dari mereka bukan orang Kristen sejati. Mereka hanyalah pengunjung. Gereja yang benar akan percaya adanya Sorga dan Neraka. Hidup banyak orang Kristen berada dalam bahaya karena mereka tidak percaya adanya Sorga dan Neraka. Ketika seorang jiwa masuk ke Sorga, 1000 jiwa terkutuk masuk ke Neraka. Perbandingan jumlah Surga dan Neraka adalah 1:1000.� (Mat 7:14).
Saya seorang pendeta Presbyterian dan seorang pembicara terkenal. Saya lulusan sekolah teologi terbesar di Korea. Saya tidak pernah percaya kisah Sorga dan Neraka. Tetapi sekarang, saya salah seorang yang menulis pengalaman serupa untuk bersaksi kepada yang lain. Walaupun Anda yakin telah menjadi seorang Kristen, jika Anda menjalani kehidupan Anda mengikuti kehendak setan, Anda akan berakhir di Neraka!
Tempat pertama yang saya lihat adalah bara sulfur. Anda bahkan tak bisa bayangkan betapa panasnya api Neraka itu. Tidak ada seorang pun yang dapat menahan panasnya itu.
Orang-orang di Neraka mengungkapkan tiga pernyataan:
1. Terlalu panas dan mereka merasa sekarat. (Luk 16:24)
2. Mereka merasa haus dan merasa sekarat.
3. Mereka minta air. (Zakh 9:11)
Sampai kekekalan! Banyak orang berkata kita bebas di dalam Kristus dan mereka menjalani hidup mereka seperti yang mereka inginkan. Saya bertanya kepada malaikat, �Mereka yang berada di sini, apa yang telah mereka lakukan?� Malaikat menjawab, �Grup pertama adalah orang-orang yang tidak percaya.� Mereka yang tidak menginjili anggota keluarganya harus bertobat!
Malaikat kemudian meneruskan, �Grup kedua adalah mereka yang percaya kepada Yesus, tetapi tidak bertobat dari dosa mereka.� Kita harus bertobat dari dosa kita dan mengakuinya di hadapan Tuhan. Kita tidak boleh berdosa. Hanyalah ucapan mulut bukanlah sebuah pertobatan. Dengan hati yang hancur dan tulus, kita harus bertobat!
ORANG KRISTEN DI NERAKA
Saya kemudian melihat banyak pendeta, penatua, dan majelis di Neraka. Saya bertanya kepada malaikat, �Saya mengenal mereka. Mereka telah melayani Tuhan dengan setia saat di bumi. Mereka telah meninggal beberapa waktu yang lalu. Kami semua telah berpikir bahwa mereka ada di Sorga bersama Tuhan. Tetapi sekarang, saya melihat mereka di Neraka dan mereka menangis kepanasan! Mengapa mereka ada disini?� Ada begitu banyak pendeta, penatua, majelis dan umat percaya.
Malaikat menjawab, �Pendeta Park Yong Gyu, seseorang bisa terlihat sebagai seorang pengikut Kristus yang sejati tetapi Tuhanlah yang tahu hati seseorang. Mereka di sini karena mereka tidak menjaga hari Minggu tetap kudus. Kenyataannya, mereka suka menghasilkan uang pada hari Minggu. (Yer 17:27). Banyak majelis dan penatua yang mengkritik khotbah pendeta mereka. (Mzm 105:5 ; Bil 12: 8-9). Mereka tidak memberi perpuluhan dengan benar. (Mal 3:9) Mereka tidak berdoa. Banyak dari para penatua dan majelis ini telah menyerang pendeta mereka dan melanggar otoritas mereka. Mereka telah mencampuri tugas dan urusan pendeta mereka. (Bil 16) Mereka tidak menginjili orang sama sekali.(Yeh 33:6). Saat mereka sedang sekarat, mereka pikir mereka telah melakukan pekerjaan yang baik sehingga mereka tidak bertobat. Inilah mengapa mereka dilempar ke dalam api Neraka.�
Saya kemudian melihat seorang Raja dan seorang Pangeran yang pertama kali menganiaya orang-orang Kristen di Korea. Mereka ditempatkan di tengah, yang merupakan tempat terpanas. Saya juga melihat Hitler, Stalin, Mao Zhe Dong, dan seorang pendeta terkenal dari Korea Utara bernama Pendeta Kang, dan seorang pahlawan Jepang yang terkenal, dan banyak lagi.
Kemudian kami tiba pada bagian yang paling gelap, terlalu gelap untuk melihat langkah-langkah kami sekalipun. Saya berteriak, �Malaikat! Malaikat! Sangatlah gelap! Bagaimana saya dapat melihat?� Malaikat menepuk pundak saya dan berkata, �Tunggulah sejenak.�
Dalam beberapa saat, saya dapat melihat sejumlah besar orang yang telanjang. Di seluruh tubuh mereka ada begitu banyak serangga yang merayap. Tak 1 inchi pun yang bebas karena serangga itu memenuhi tubuh mereka. Orang yang telanjang itu berusaha mengibaskan serangga-serangga hingga mengertakan gigi mereka. �Apa yang telah mereka lakukan saat mereka hidup di bumi?�
�Mereka adalah orang-orang yang telah mengkritik dan menggosipkan orang lain di belakang mereka. Mereka tidak berhati-hati dengan apa yang mereka ucapkan mengenai orang lain.� (Mat 5:22).
Saya melihat para setan menusuk dan menikam perut orang-orang dengan tombak. Teriakan mereka sungguh memilukan. Saya bertanya kepada pengawal saya, �Malaikat, apa yang telah orang ini lakukan selama mereka hidup di bumi?�
�Orang-orang ini memiliki pekerjaan, rumah, dan keluarga tetapi mereka tidak memberi kepada Tuhan. Mereka tidak membantu orang-orang miskin, Gereja mereka, atau tujuan ilahi lainnya. Mereka sangatlah pelit dan rakus. Walaupun mereka bertemu dengan orang miskin, mereka mengabaikan orang miskin tersebut dan tidak perduli. Mereka hanya perduli pada diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Mereka berpakaian sangat bagus, berkecukupan dan memiliki kehidupan yang nyaman. Inilah mengapa perut mereka ditusuk karena perut mereka penuh dengan keserakahan.� (Ams 28:27).
Hal itu adalah pemandangan yang menakutkan. Setelah menyaksikan pemandangan demikian, ketika saya kembali ke bumi, saya memberikan semua uang dan harta kepada yang lain. Keselamatan tidak bisa diperoleh dengan uang atau harta, tetapi dengan iman. Neraka adalah tempat yang tidak tertahankan dan menyengsarakan. Hal itu adalah penyiksaan kekal!
Saya juga melihat orang yang kepalanya dipenggal dengan kapak yang sangat tajam. Saya bertanya kepada malaikat, �Apakah yang telah dilakukan orang-orang ini hingga mereka mendapat siksaan yang mengerikan?� Malaikat menjawab, �Otak mereka telah diberikan Tuhan untuk memikirkan hal-hal yang baik dan bermanfaat. Tetapi orang-orang ini telah memikirkan hal-hal yang kotor. Mereka memikirkan hal-hal yang penuh nafsu.� (Mat 5:28).
Berikutnya saya melihat orang-orang ditikam dan dipotong hingga beberapa bagian. Pemandangan itu sangat mengerikan. Saya bertanya, �Bagaimana dengan orang-orang ini? Apakah yang telah mereka lakukan hingga mereka disiksa seperti demikian?� Malaikat menjawab, �Mereka adalah penatua dan majelis yang tidak melayani Gereja mereka. Bahkan, mereka tidak mau bekerja atau melayani! Satu-satunya hal yang mereka sukai adalah untuk menerima dan menerima dari para anggota jemaat.� (Zakh 11:17; Hos 6:5).
Saya melihat para penatua, majelis, dan juga umat percaya lainnya disiksa oleh para setan. Para setan membuat lubang di lidah tiap-tiap orang dan menaruh kawat panjang kemudian menarik mereka dengan kawat yang saling terhubung itu. Saya bertanya lagi, �Apa yang telah mereka lakukan di bumi?�
Malaikat menjawab, �Mereka telah melakukan empat jenis dosa yang berbeda:
1. Mereka telah mengkritik pendeta mereka. Mereka akan mengatakan hal-hal yang negatif mengenai pendeta mereka. Mereka bergosip dan menertawakan pendeta mereka.� (Yak 3:6 ; Mat 12:37).
Saya memohon kepada mereka yang telah melakukan dosa yang demikian, BERTOBAT! BERTOBAT!!
Malaikat melanjutkan,
2. Mereka menghina Gereja dengan ucapan mereka.
3. Mereka telah melukai orang-orang Kristen lainnya sampai pada titik bahkan mereka yang setia pun terluka dan mereka berhenti mengunjungi Gereja dan bahkan menyebabkan beberapa dari mereka berhenti percaya. Mereka melakukan semua hal yang mereka bisa untuk menghentikan orang-orang Kristen yang setia dari melakukan pekerjaan Allah. Orang-orang jahat ini menyebabkan banyak orang setia tersandung.
4. Mereka adalah suami istri yang minum alkohol dan bertindak kejam kepada anggota keluarga mereka.
Saya melihat para setan menusuk pria dan wanita di perut mereka dengan paku yang sangat tajam dan besar. Saya bertanya, �Apa yang telah mereka lakukan?� Malaikat menjawab, �Mereka adalah pria dan wanita yang telah hidup bersama tanpa komitmen pernikahan. Mereka bersalah karena aborsi ketika mereka menjadi hamil. Mereka tidak pernah bertobat!�
Saya melihat grup orang lainnya. Para setan mengiris bibir mereka seperti mengiris tipis daging atau sayuran. Saya bertanya, �Mengapa orang-orang ini disiksa dengan cara demikian?� Malaikat menjawab, �Mereka adalah putra, putri, menantu pria dan menantu wanita yang telah membantah orangtua mereka. Apa yang seharusnya mereka lakukan hanyalah mengatakan �Saya minta maaf� bukannya membuat keadaan menjadi bertambah buruk. Banyak dari mereka telah menggunakan kata-kata yang kasar. Mereka telah menyerang orangtua mereka dengan kata-kata yang keras. Mereka memberontak, itulah mengapa bibir mereka diiris.�
Saudara, kita suatu hari akan meninggal, tapi kita tidak tahu kapankah hal itu akan terjadi. Saya mohon, bersiap-siaplah! Menjadi siap untuk pergi ke Sorga. Kapankah kita pergi tidaklah penting. Tolong ampunilah setiap orang sebanyak mungkin sebanyak yang diperlukan. Bertobat dan bertobat dan lakukanlah hal tersebut sepanjang hari bila memang perlu.
Saudaraku yang terkasih, saya biasanya mengabaikan kesaksian yang demikian. Saya seorang pendeta Presbyterian kuno yang mengabaikan hal-hal yang demikian. Tetapi sekarang, saya harus menyaksikan dan bersaksi kepadamu apa yang telah saya lihat. Tolong janganlah ragu untuk hidup kudus. Tolong hindari siksaan dan penghakiman yang menyengsarakan ini. Jadilah selamat! Janganlah hidup secara duniawi tetapi serahkanlah dirimu bagi Kerajaan Allah. Tolong berdoalah bagi mereka yang belum mengenal Yesus. Menginjili dan berbuahlah. Tolong berdoalah di subuh hari dan jagalah hari Minggu tetap kudus. Tolong berilah kepada Tuhan persepuluhan dengan benar. Kumpulkan upahmu di Sorga dan bukan di bumi ini. Saya berdoa dan memberkatimu dalam nama Tuhan Yesus yang berkuasa!
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian
Di tahun 1987, Pdt. Park telah meninggal karena tekanan darah tinggi. Tapi oleh anugrah Tuhan, hidupnya diperpanjang 20 tahun lagi. Tetapi, untuk 4 tahun pertama, dia tidak dapat berbicara karena kondisinya yang tidak memungkinkan. Umurnya 50 tahun sewaktu dia kembali hidup. Selama dia meninggal, TUHAN memperlihatkan kepadanya Sorga dan Neraka.
Inilah penuturan Pendeta Park:
Saya ingin Anda tahu jika Anda sombong dan angkuh, Anda akan mendatangkan kutukan atas dirimu. Saya memiliki jemaat besar dengan 5000 anggota tapi Tuhan merendahkan saya karena kesombongan saya. Sekarang saya takut akan Allah. (Yakobus 4:6)
Saya memiliki harta kekayaan seharga 150 juta US$. Saya memiliki lima mobil mewah. Tapi setelah peristiwa kematian saya, saya memberikan semuanya. Tolonglah ingat, keselamatan tidak dapat diperoleh oleh banyaknya hartamu melainkan melalui iman. Sekarang saya memohon kepada para gembala, penatua, dan pemimpin lainnya untuk melayani Tuhan dengan segenap hati.
Pada tanggal 19 Desember 1987, setelah saya selesai makan siang dan sementara saya sedang beristirahat, saya mulai merasakan sakit yang amat sangat. Hal itu sungguh tak tertahankan sehingga saya merasa bahwa saya akan mati. Kemudian saya kehilangan kesadaran saya. Saya terbangun empat bulan kemudian dalam kondisi yang setengah sadar, dan dokter saya mengatakan kepada saya bahwa saya sebetulnya akan mati. Seluruh bagian tubuh saya syarafnya robek sejak mengalami kelumpuhan. Dan keluarga saya belum pernah mengizinkan anggota Gereja untuk menengok saya karena kondisi saya yang mengerikan. Kemudian saya meninggal.
Ketika meninggal, saya melihat dua orang memasuki kamar saya. Tetapi orang-orang ini masuk ke kamar saya melalui dinding. Saya berteriak, �Siapa, siapa kalian?! Rumah saya akan hancur bila kalian begitu!!� Kemudian yang seorang berkata, �Kami adalah malaikat-malaikat yang turun dari Sorga. Kami datang dari Kerajaan Allah.� Sebuah cahaya yang terang bersinar melalui para malaikat itu.
Malaikat yang berada di sebelah kanan saya memperkenalkan dirinya, �Saya berkeliling bagi Yesus dalam Kerajaan-Nya. Yesus memanggilku dan memerintahkanku untuk turun ke bumi. Dia memerintahkanku untuk membawamu ke Sorga. Kamu sudah mati. Tapi karena keluargamu menangis dengan teramat sedih, DIA berkehendak untuk memberikanmu hidup lebih lama lagi. Tapi untuk sekarang, DIA ingin memperlihatkan kepadamu Sorga dan Neraka. DIA akan memperlihatkannya kepadamu dan kamu akan memberi kesaksian kepada orang-orang yang ada di bumi. Semoga jumlah orang yang berakhir di Neraka akan berkurang dan jumlah orang yang akan ke Sorga menjadi bertambah karena kesaksianmu. Ini akan menjadi tugasmu. Tuhan mengintruksikan kepada kami untuk menyampaikannya kepadamu supaya jangan menunda. Jika kamu menunda, kamu tidak akan sanggup untuk mengunjungi Sorga dan Neraka.�
Kemudian malaikat di sebelah kiri saya berkata, �Di saat kamu lahir dan sampai pada saat kamu meninggal, aku telah bersama-sama denganmu.� Pada saat itu, saya tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh malaikat itu. Sekarang saya tahu. Dia adalah malaikat penjaga saya. Jadi saya berkata, �Saya tidak dapat pergi! Saya tidak akan pergi! Saya seorang pendeta! Saya tidak dapat bertemu TUHAN dalam kondisi fisik seperti ini. Saya ingin melihat DIA dalam keadaan sehat. Saya mungkin akan menerima lebih banyak hukuman daripada pujian dari TUHAN. Saya angkuh dan sombong dan sekarang saya terkutuk dan sakit. Bagaimana mungkin saya dapat masuk ke Sorga? Saya sangat takut. Saya mohon, kembalilah ke Sorga dan mintalah kepada TUHAN untuk menyembuhkan saya. Kemudian kembali dan bawa saya ke Sorga melalui mimpi saya. Saya mohon mintalah belas kasihan untuk saya.�
Tapi para malaikat tidak mendengarkan sanggahan saya. Mereka melepaskan pakaian saya dan berkata bahwa pakaian saya terlalu kotor untuk dikenakan di Sorga. Kemudian mereka memakaikan kepada saya pakaian putih bersih. (Zakharia 3:4)
Mereka memegang tangan saya dan kami terbang ke Sorga. Kami terbang melalui awan-awan dan saat saya melihat ke bawah, saya melihat bumi menjadi kecil. Mereka membawa saya mendekat pada Jalan Emas yang tak berujung. Saya melihat sebuah sinar yang terang, terlalu terang untuk ditatap secara langsung. Saya berkata, �Darimanakah cahaya ini berasal?� �Datangnya dari Sorga�, jawab malaikat.
Saya berpikir, �Wow! Besar sekali!� saya melihat sekelompok orang dalam pakaian putih terbang melaluinya. �Siapakah mereka?�, saya bertanya.
Malaikat menjawab, �Mereka adalah orang yang telah melayani Tuhan dengan setia dan percaya kepada Yesus dengan mematuhi dan mengikuti tuntunan Roh Kudus dengan segenap hati mereka. Tubuh mereka telah mati di bumi. Mereka sekarang adalah jiwa-jiwa yang menuju Sorga.�
Malaikat lain melanjutkan, �Ada 12 pintu gerbang di Sorga. Ketika satu jiwa datang ke Sorga, mereka harus masuk melalui salah satu gerbang itu.� Kami sedang berdiri di pintu Selatan tapi sudah tertutup. Sementara kami sedang menunggu, saya bertanya kepada malaikat, �Malaikat, kenapa gerbang ini tidak terbuka?�
Malaikat menjawab, �Hal itu karena kamu tidak bernyanyi lagu penyembahan Sorga.� (Mzm 100:4)
Saya bertanya, �Malaikat, saya sangatlah angkuh dan sombong dan sebagai hasilnya saya telah dikutuk dengan penyakit. Saya bukanlah seorang penyanyi lagu penyembahan bumi. Bagaimana saya sanggup bernyanyi lagu penyembahan Sorga ketika saya tidak pernah mendengar sebelumnya?�
Malaikat menjawab, �Kau benar. Tetapi kau tetap harus menyiapkan dirimu untuk menyembah. Kau adalah seorang yang angkuh tapi bersiaplah untuk bernyanyi.� Para malaikat mulai menyanyi. Saat mereka menyanyi, saya mulai turut bernyanyi bersama mereka. Hal itu kemudian menjadi sangat alamiah bagi saya, dan kami pun masuk.
Pemandangan di Sorga sungguh tak tergambarkan. Saya tidak dapat menggambarkan Sorga dengan bahasa bumi saya. Saya berkata, �Tuhan! Terima kasih banyak! Sekalipun, saya sangat angkuh dan sombong dan terkutuk dengan sebuah penyakit, Engkau tetap membawa saya ke Sorga untuk melihat-lihat.�
Saya kemudian mendengar suara Allah, �Pendeta Park Yong Gyu KU yang tercinta, AKU menyambutmu. Kau telah menempuh perjalanan panjang kemari.� Suara-NYA dipenuhi oleh kasih dan kelembutan.
Saya menjawab dengan menangis, �Tuhan...� Malaikat segera berkata, �Kamu telah menjadi pendeta selama 20 tahun. Tidakkah kamu baca Alkitabmu? Tidak ada airmata di Sorga. Jadi berhentilah!� Saya tidak dapat meneruskan tangis saya. (Wah 21:4).
Tuhan kemudian bertanya kepada saya lima pertanyaan.
1. Berapa banyak waktu yang kau luangkan untuk membaca Firman (Alkitab)?
2. Berapa banyak yang kau beri untuk persembahan?
3. Berapa kali kau menginjili orang?
4. Apakah kau telah memberi persepuluhan dengan benar?
5. Berapa banyak waktu yang kau habiskan di dalam doa?�
Saya tidak dapat menjawab kelima pertanyaan tersebut. Tuhan menghukum saya untuk kelima pertanyaan itu.
�Setelah kamu menjadi seorang pendeta yang besar, kamu telah menjadi malas untuk berdoa. Menjadi sibuk bukanlah alasan untuk-KU!� Saya harus bertobat untuk hal itu kemudian. �Malaikat akan memperlihatkan kepadamu banyak tempat di Sorga dan di Neraka. Lihatlah ke sekeliling sebanyak yang kamu harapkan. Kamu akan pergi setelah menyaksikan banyak bagian berbeda dari Sorga dan Neraka.� Tetapi Tuhan tidak mengizinkan saya untuk melihat wajah-NYA.
Para malaikat pertama membawa saya ke tiga tempat berbeda di Sorga:
1. Saya melihat anak kecil tinggal bersama.
2. Saya melihat tempat tinggal orang dewasa.
3. Saya melihat jiwa-jiwa yang berhasil mencapai sorga, walaupun mereka berhasil masuk Sorga, tetapi mereka masuk dengan perasaan malu.
Banyak orang telah bertanya kepada saya berapakah usia anak kecil tersebut. Mereka terlihat seperti anak-anak TK. Mereka bukanlah anak laki-laki kecil atau perempuan seperti yang kita ketahui berdasarkan jenis kelamin. Setiap anak memiliki malaikat bayi pelindung masing-masing.
Di Sorga, kebanyakan dari jiwa-jiwa tersebut memiliki rumah mereka sendiri (Yoh 14:2). Bagaimanapun, ada beberapa yang tidak memiliki rumah. Saya akan menjelaskan ini kemudian. Lebih lanjut, anak-anak tidak memiliki rumah mereka sendiri. Saya bertanya, �Anak-anak juga adalah jiwa, mengapa mereka tidak memiliki rumah mereka sendiri?�
Malaikat menjawab, �Sama seperti manusia di bumi membutuhkan bahan-bahan untuk membangun rumah mereka, kami yang ada di Sorga pun membutuhkan bahan untuk membangun. Ketika seseorang melayani Gereja dan orang lain dengan setia seperti untuk Tuhan, maka perbuatan-perbuatan baik itu akan menjadi bahan bagi pembangunan rumah orang tersebut di Sorga.
Ketika bahan-bahan disediakan, para malaikat yang ditugaskan untuk membangun rumah orang-orang kudus akan pergi mengerjakannya. Anak-anak yang masih sangat muda usianya tidak memiliki bahan-bahan untuk membangun rumah. Dengan kata lain, mereka tidak memiliki waktu atau kesempatan untuk menghasilkan imbalan/bahan. Inilah mengapa mereka tidak memiliki rumah.�
Saya melanjutkan dengan pertanyaan saya, �Apa yang harus saya lakukan di bumi untuk menyediakan bahan-bahan bagi rumah saya?�
Malaikat menjawab, �Ada tujuh hal yang harus dilakukan seseorang untuk mengumpulkan bahan-bahan bagi pembangunan rumahnya:
1. Penjumlahan dari total penyembahan dan pujian kepada Allah.
2. Waktu yang mereka luangkan untuk membaca Alkitab.
3. Waktu yang mereka luangkan untuk berdoa.
4. Waktu yang mereka luangkan untuk menginjili orang lain.
5. Persembahan seseorang kepada Allah.
6. Ketaatan mereka dalam perpuluhan kepada Allah.
7. Waktu yang mereka luangkan untuk melayani Gereja dalam segala cara.
Inilah perbuatan atau pekerjaan karena ketaatan dimana seseorang mengumpulkan bahan-bahan untuk membangun rumah Sorgawi mereka. Jika seseorang kurang dalam area ini, mereka tidak akan memiliki bahan untuk membangun rumah mereka.�
TEMPAT ANAK-ANAK
Ada banyak orang di Sorga yang tidak memiliki rumah. Bahkan yang tidak memiliki rumah ternyata adalah para pendeta, penatua, majelis, pemimpin, dsb. Saya bertanya lagi karena penasaran, �Dimanakah anak-anak tinggal kemudian?�
Malaikat menjawab, �Mereka tinggal disini.� Saat saya melihat ke sekeliling, mereka berkumpul di seluruh area taman bunga. Taman bunga sangat indah dan wanginya melebihi wewangian yang ada di dunia. Pemandangannya melebihi apa yang dapat saya gambarkan.
TEMPAT ORANG DEWASA
Tempat kedua adalah tempat bagi orang dewasa yang setia. Ada perbedaan antara Keselamatan dan Upah. Di tempat ini ada banyak rumah (Yoh 14:2). Rumah-rumah tersebut dibangun dengan permata/mutiara dan batu-batu langka. Beberapa rumah sangat tinggi setinggi gedung pencakar langit di bumi. Mereka yang dengan setia telah melayani Tuhan saat hidup di bumi telah membangun rumah mereka dengan permata/mutiara dan batu-batu langka. Di tempat ini, semua orang terlihat berumur 20-30 tahun. Di sini tidak ada perbedaan kelamin pria dan wanita. Tidak ada orang sakit, tua, atau orang cacat.
Saya dulu pernah mengenal seseorang yang sudah tua, oh, Im Myung. Dia telah meninggal di umur yang ke 65 tahun. Dia seorang yang bertubuh pendek, setinggi anak SD kelas 2. Dia telah menderita akibat penyakit langka. Tetapi, bila sudah menyangkut Alkitab, dia ibarat seorang lulusan PhD. Dia telah menulis banyak komentar. Saya bertemu dia di Sorga, dan di sana tubuhnya tinggi dan tampan. Dia tidak lagi sakit tetapi sehat. Sorga sungguh adalah tempat yang sangat menyenangkan! Saya penuh dengan pengharapan! Saya mohon percayalah dengan apa yang saya katakan saudara-saudari terkasih!
ORANG-ORANG YANG DISELAMATKAN DENGAN PERASAAN MALU
Tempat ketiga adalah bagi mereka yang telah diselamatkan dengan perasaan malu (1 Kor 3:15). Desa ini sangatlah besar ukurannya, beberapa kali lebih luas dari tempat yang kedua, dimana rumah-rumahnya terbuat dari permata/mutiara dan batu-batu langka. Saya tiba di tempat ini dalam kecepatan tinggi, mengendarai kereta emas. Terletak sangat jauh dari tempat indah lainnya yang saya lihat di Sorga.
Saya bertanya kepada para malaikat, �Saya melihat banyak tanah lapang dan hutan belantara. Mengapa saya tidak melihat adanya rumah?� Malaikat menjawab, �Yang kamu lihat adalah rumah.�
Saya melihat rumah flat yang besar, yang mengingatkan saya akan kandang ayam raksasa atau sejenis rumah gudang. Rumah-rumah ini tidaklah gemerlap, tetapi kumuh. Desa ini dan rumah-rumahnya adalah untuk jiwa-jiwa yang telah diselamatkan dengan perasaan malu. Ada begitu banyak rumah-rumah berukuran besar yang suram. Desa ini beberapa kali lebih besar dari tempat dimana jiwa-jiwa yang diberi upah tinggal.
Malaikat berkata, �Apakah kamu melihat dua buah rumah yang besar itu, satu di sebelah kananmu dan satu di sebelah kirimu?� Saya menjawab, �Ya, saya melihatnya.�
Malaikat berkata bahwa dia ingin memperlihatkan kepada saya kedua rumah tersebut secara khusus. Dia berkata, �Rumah di sebelah kanan adalah untuk mereka yang merupakan pendeta di bumi. Rumah yang di sebelah kanan adalah untuk mereka yang merupakan pemimpin di bumi.� Saat kami tiba di depan kedua rumah tersebut, saya menyadari bahwa rumah-rumah tersebut terlihat sama. Saya agak tercengang. Ketika kami membuka pintu dan masuk, kesan pertama saya adalah, �kandang ayam.� Dan bukannya 1000 ekor ayam tinggal di kandangnya, saya melihat jiwa-jiwa. Malaikat menyuruh saya untuk mengamati dengan teliti karena saya akan mengenali beberapa pendeta terkenal yang ada di dalam sejarah. Dan benar. Saya mengenali banyak pendeta yang ada di dalam sejarah. Saya secara khusus menyebut nama seorang pendeta dan bertanya kepada malaikat, �Saya kenal pendeta Korea itu! Saya tahu dia sangat terkenal dan banyak sekali pekerjaan yang telah dia lakukan untuk Tuhan. Mengapa dia ada disini? Saya tidak mengerti.�
Malaikat menjawab, �Dia tidak pernah menyediakan bahan-bahan untuk membangun rumahnya. Inilah mengapa dia tinggal di rumah susun.�
Saya bertanya kembali karena penasaran, �Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Mengapa dia sama sekali tidak memiliki bahan-bahan?� Malaikat menjawab, �Sementara dia bekerja sebagai pendeta melakukan tanggungjawabnya sebagai seorang pendeta, dia menikmati pujian dari manusia. Dia senang akan penghormatan. Dia senang dilayani. Tidak ada pengorbanan dan hati hamba dalam dirinya.� Pendeta ini sangatlah dihormati di Korea dan telah menjadi sebuah icon dalam sejarah Kekristenan Korea. Tetapi dia tidak mendapat upah!
Para pendeta di luar sana, saya mohon dengarkanlah! Anda harus menuntun orang bukan hanya pada pelayanan hari Minggu. Anda harus mengunjungi mereka di rumah mereka. Kau harus memelihara yang miskin, yang cacat dan yang tua. Para pendeta yang telah melayani tanpa mengorbankan hidup mereka dan senang dihormati tidak memiliki upah di Sorga (Mat 23:5-12).
Setelah saya menyaksikan pemandangan ini di Sorga dan setelah saya kembali ke bumi, saya segera memberikan semua harta milik saya termasuk lima mobil mewah saya. Hidup kita adalah untuk sementara. Dalam Alkitab, rata-rata hidup ini adalah 70-80 tahun. Tetapi hanya Tuhan yang tahu kapankah seseorang akan meninggal. Setiap orang bisa meninggal sebelum berumur 70 atau 80 tahun. Saya telah memutuskan untuk memberikan semuanya, termasuk pakaian saya. Orang-orang yang telah saya lihat menerima keselamatan dengan rasa malu adalah pendeta, majelis, gembala, dan umat percaya. Ada sejumlah besar majelis dan gembala dalam rumah yang suram ini. Tentu saja, ini lebih baik daripada di Neraka. Tetapi, kenapa ada seorang pun yang ingin masuk ke Sorga dalam cara yang demikian? Saya tidak akan berakhir di tempat yang memalukan itu. Pakaian mereka bahkan tampak suram.
Apakah persyaratan bagi orang Kristen untuk memiliki rumah yang indah di Sorga?
Pertama, kita harus menginjili orang sebanyak mungkin. Bagaimana caranya kita harus menginjili? Malaikat memberitahuku, �Misalkan ada seorang yang tidak mengenal Tuhan. Pada saat kau memutuskan untuk menginjili orang tersebut, bahan-bahan untuk membangun rumah mu telah disediakan. Saat kau secara tidak jemu-jemu berdoa untuk keselamatan mereka, lebih banyak lagi bahan bangunan yang disediakan. Kau harus secara menerus memeriksa keadaan mereka, mengunjungi mereka dan meneruskan penginjilanmu. Hal ini akan menambah jumlah bahan-bahan untuk membangun rumahmu. Jika seseorang berkata mereka tidak memiliki baju yang pantas untuk pergi ke gereja, maka kau harus menyediakan bagi mereka. Jika seseorang berkata dia tidak memiliki Alkitab, kau harus menyediakan satu baginya. Jika seseorang berkata dia tidak memiliki kacamata untuk membaca, kau harus menyediakan bagi mereka. Kau harus menyediakan apapun juga yang kau mampu sehingga orang ini pun bisa dituntun untuk mengenal Tuhan. Mereka yang tinggal di rumah yang terbaik adalah mereka yang telah menginjili terbanyak.
Para malaikat kemudian membawa saya ke tempat dimana para orang kudus tinggal dalam rumah yang bagus. Disini adalah tempat dimana para orang kudus yang telah banyak menginjili tinggal. Rasanya seperti pusat kota Surga.
Dalam sejarah Kekristenan, ada empat orang yang memiliki rumah terbesar dan paling indah. Para malaikat memperlihatkanku rumah seorang penginjil Amerika D.L Moody, Pendeta Inggris John Wesley, seorang penginjil Italia, dan penginjil Korea Pendeta Choi Gun Nung. Keempat orang ini memiliki rumah paling besar di Sorga. Keempat orang ini telah menghabiskan seluruh hidup mereka untuk menginjili orang-orang bahkan sampai pada hari kematian mereka.
Di antara umat percaya Korea, ada seorang yang memiliki rumah yang besar. Orang ini telah membangun banyak gedung Gereja dengan seluruh hartanya. Dia telah memberikan 3000 karung beras kepada orang miskin. Dia secara rahasia telah membantu keuangan para pendeta dan pemimpin. Dia membantu membayar iuran sekolah para ahli teologia. Dia juga telah membawa pulang seorang pendeta berumur 65 tahun ke rumahnya dan merawatnya, dimana Gerejanya sendiri telah mengusirnya keluar.
Saya mendengar seorang malaikat berteriak, �Bahannya telah datang!� Saya bertanya kepada malaikat yang berada di sebelah kanan saya mengenai bahan tersebut dan dia mengatakan kepada saya, �Bahan ini untuk penatua dari sebuah gereja kecil di suatu negara. Malah, dia menerima bahan-bahan setiap hari. Walaupun dia miskin, dia datang melayani di Gereja setiap pagi. Dia berdoa untuk 87 jemaat Gereja setiap hari. Dan setelah dia selesai berdoa, dia membersihkan gereja.�
Saya mendengar malaikat lain berteriak, �Kiriman spesial! Anak perempuan si penatua telah memberikan satu-satunya uang yang ia miliki kepada ibunya. Tetapi, si penatua tidak memakai uang itu untuk kepentingannya sendiri. Dia membeli 5 butir telur dan 2 pasang kaos untuk pendeta Gereja. Walaupun sepertinya halnya sebuah persembahan yang kecil, dia telah memberikan semua yang dia miliki. Ini menjadi bahan spesial untuk rumahnya di Sorga.�
Kedua, mereka yang memiliki rumah besar adalah mereka yang telah membangun gedung gereja atau gedung lain untuk Kerajaan Allah dengan harta dan penghasilan mereka.
Di Sorga, saya juga bertemu dengan seorang penatua bernama Choi. Di antara penatua dan gembala yang ada di Sorga, dia memiliki rumah yang paling indah. Rumahnya lebih tinggi daripada gedung yang paling tinggi di Korea. Choi telah membangun banyak gedung Gereja di Korea dengan kekayaannya.
Saya bertanya kepada malaikat, �Bagaimana dengan rumah saya? Apakah dalam proses pembangunan?� Malaikat menjawab, �Tepat sekali!� saya memohon untuk melihat rumah saya. Tapi mereka mengatakan kepada saya bahwa hal tersebut tidak diizinkan. Saya terus saja memohon dan setelah tak henti-hentinya memohon, malaikat mengatakan bahwa sekarang saya telah diizinkan oleh Tuhan untuk melihatnya.
Kami memasuki kereta dan menuju ke suatu tempat yang sangat jauh. Saya penuh dengan pengharapan. Saya bertanya, �Dimanakah rumah saya?� Malaikat menjawab, �Ada di sana!� Tapi yang terlihat hanyalah sebuah fondasi, hanya siap untuk pembangunan. Saya menangis, �Mengapa kau melakukan hal ini pada saya? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin rumah saya berada dalam area pembangunan? Setelah selamat dari perang Korea, saya menjual rumah saya untuk membangun gedung Gereja. Gereja ini bertumbuh hingga 5000 jemaat. Saya menulis banyak buku yang diilhamkan oleh Roh Kudus. Salah satu buku menjadi best seller. Dari hasil penjualan buku, saya membangun sekolah Kristen. Sekolah telah melahirkan 240 pendeta. Saat masih menjadi Dekan, saya telah memberikan lebih dari 400 beasiswa kepada lebih dari 400 anak-anak miskin. Saya telah membangun rumah bagi janda-janda untuk tinggal. Semuanya ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Mengapa rumah saya berada dalam area pembangunan saja? Saya sangat frustrasi!�
Malaikat menjawab, �Kamu tidak pantas untuk tinggal dalam rumah yang indah di Sorga karena kamu telah menerima penghormatan dari manusia berulang kali. Setiap kali telah membangun atau melakukan sesuatu yang baik, kamu dipuji oleh manusia. Kamu bahkan menerima pujian dari koran setempat. Karena itu, semua pekerjaanmu menjadi sia-sia.� (Mat 6:1).
Saya melihat kepada rumah saya di area pembangunan. Lokasinya terletak di tengah-tengah tiga rumah lainnya. Hanya ada 3 lantai. Rumah tersebut memiliki banyak kamar kecil di dua lantai pertama. Saya bertanya kepada malaikat, �Mengapa saya memiliki kamar-kamar kecil?� Malaikat menjawab, �Kamar-kamar ini diperuntukkan bagi putra dan putrimu.�
�Saya hanya mempunyai empat orang anak,� Saya menjawab. Malaikat merespon, �Bukan, kamar-kamar tersebut bukan untuk anak-anak duniawimu, tetapi untuk mereka yang telah kamu injili dan selamat.� Saya suka itu! Saya bertanya, �Dimanakah kamar tidur saya?� Malaikat berkata bahwa kamar saya berada di atas atap. Hal itu menganggu saya. Kamar saya bahkan belum selesai. Dengan nada marah saya berkata, �Ruangannya sangat kecil! Mengapa begitu sulit untuk diselesaikan?!� Malaikat menjawab, �Kamu bahkan belum meninggal. Kami tidak bisa menyelesaikan rumah atau kamarmu karena kami tidak tahu bila ada bahan-bahan yang akan ditambahkan kemudian. Apakah kamu mengerti?�
Ketika kami memasuki kamar saya, saya melihat dua sertifikat di dinding, kemudian saya membacanya. Sertifikat pertama menggambarkan saya saat berumur 18 tahun tinggal di rumah yatim piatu. Pada hari Natal saat saya dalam perjalanan pulang ke ibadah pagi, saya melihat seorang laki-laki tua tiduran di jalanan. Saya melepaskan jaket saya dan memberikannya kepadanya. Tindakan itu telah memberi saya upah di Sorga. Sertifikat yang kedua menggambarkan kejadian yang sama tetapi untuk membelikan makanan kecil bagi seorang pria tua. Bukan masalah seberapa banyak uangnya. Tindakan tersebut harus disertai dengan hati yang tulus.
Kami meninggalkan tempat tersebut dan menuju ke tempat semula. Dalam perjalanan, salah seorang dari malaikat bertanya, �Apakah kamu sedih? Saya akan memberitahu kamu bagaimana caranya untuk membangun rumah yang indah. Tuhan berkata saat kamu kembali ke bumi, kamu harus pergi memberitahukan orang-orang tentang Surga dan Neraka seperti yang telah kamu saksikan.
Kedua, Tuhan menginginkan kamu untuk membangun sebuah tempat bagi para pendeta tua wanita dan penginjil yang tidak memiliki tempat untuk bernaung. Jika kamu setia melakukan semuanya ini, kamu akan memiliki rumah yang indah.�
Neraka
Kedua malaikat tersebut mengawal saya ke Neraka. Mereka berkata, �Sekarang kamu akan mengunjungi Neraka.� Anda tidak bisa membayangkan betapa luasnya Neraka. Saya terus berteriak, �Sangat besar! Sangat besar!� Disini adalah tempat dimana jiwa-jiwa yang terkutuk dan menerima penghukuman kekal berada. Rasanya seperti Neraka 1000 kali lebih luas dari bumi. Setengah dari Neraka berwarna merah dan setengahnya lagi berwarna hitam gelap. Saya bertanya kepada malaikat, �Mengapa bagian ini berwarna merah?�
Malaikat menjawab, �Tidakkah kamu tahu? Itu adalah bara sulfur. Setengahnya lagi adalah kegelapan. Ketika manusia berdosa dan berakhir disini, mereka akan disiksa dari kedua sisi..... Ada beragam jenis Gereja di Bumi dan banyak Gereja yang ibadahnya dihadiri banyak orang. Tetapi, kebanyakan dari mereka bukan orang Kristen sejati. Mereka hanyalah pengunjung. Gereja yang benar akan percaya adanya Sorga dan Neraka. Hidup banyak orang Kristen berada dalam bahaya karena mereka tidak percaya adanya Sorga dan Neraka. Ketika seorang jiwa masuk ke Sorga, 1000 jiwa terkutuk masuk ke Neraka. Perbandingan jumlah Surga dan Neraka adalah 1:1000.� (Mat 7:14).
Saya seorang pendeta Presbyterian dan seorang pembicara terkenal. Saya lulusan sekolah teologi terbesar di Korea. Saya tidak pernah percaya kisah Sorga dan Neraka. Tetapi sekarang, saya salah seorang yang menulis pengalaman serupa untuk bersaksi kepada yang lain. Walaupun Anda yakin telah menjadi seorang Kristen, jika Anda menjalani kehidupan Anda mengikuti kehendak setan, Anda akan berakhir di Neraka!
Tempat pertama yang saya lihat adalah bara sulfur. Anda bahkan tak bisa bayangkan betapa panasnya api Neraka itu. Tidak ada seorang pun yang dapat menahan panasnya itu.
Orang-orang di Neraka mengungkapkan tiga pernyataan:
1. Terlalu panas dan mereka merasa sekarat. (Luk 16:24)
2. Mereka merasa haus dan merasa sekarat.
3. Mereka minta air. (Zakh 9:11)
Sampai kekekalan! Banyak orang berkata kita bebas di dalam Kristus dan mereka menjalani hidup mereka seperti yang mereka inginkan. Saya bertanya kepada malaikat, �Mereka yang berada di sini, apa yang telah mereka lakukan?� Malaikat menjawab, �Grup pertama adalah orang-orang yang tidak percaya.� Mereka yang tidak menginjili anggota keluarganya harus bertobat!
Malaikat kemudian meneruskan, �Grup kedua adalah mereka yang percaya kepada Yesus, tetapi tidak bertobat dari dosa mereka.� Kita harus bertobat dari dosa kita dan mengakuinya di hadapan Tuhan. Kita tidak boleh berdosa. Hanyalah ucapan mulut bukanlah sebuah pertobatan. Dengan hati yang hancur dan tulus, kita harus bertobat!
ORANG KRISTEN DI NERAKA
Saya kemudian melihat banyak pendeta, penatua, dan majelis di Neraka. Saya bertanya kepada malaikat, �Saya mengenal mereka. Mereka telah melayani Tuhan dengan setia saat di bumi. Mereka telah meninggal beberapa waktu yang lalu. Kami semua telah berpikir bahwa mereka ada di Sorga bersama Tuhan. Tetapi sekarang, saya melihat mereka di Neraka dan mereka menangis kepanasan! Mengapa mereka ada disini?� Ada begitu banyak pendeta, penatua, majelis dan umat percaya.
Malaikat menjawab, �Pendeta Park Yong Gyu, seseorang bisa terlihat sebagai seorang pengikut Kristus yang sejati tetapi Tuhanlah yang tahu hati seseorang. Mereka di sini karena mereka tidak menjaga hari Minggu tetap kudus. Kenyataannya, mereka suka menghasilkan uang pada hari Minggu. (Yer 17:27). Banyak majelis dan penatua yang mengkritik khotbah pendeta mereka. (Mzm 105:5 ; Bil 12: 8-9). Mereka tidak memberi perpuluhan dengan benar. (Mal 3:9) Mereka tidak berdoa. Banyak dari para penatua dan majelis ini telah menyerang pendeta mereka dan melanggar otoritas mereka. Mereka telah mencampuri tugas dan urusan pendeta mereka. (Bil 16) Mereka tidak menginjili orang sama sekali.(Yeh 33:6). Saat mereka sedang sekarat, mereka pikir mereka telah melakukan pekerjaan yang baik sehingga mereka tidak bertobat. Inilah mengapa mereka dilempar ke dalam api Neraka.�
Saya kemudian melihat seorang Raja dan seorang Pangeran yang pertama kali menganiaya orang-orang Kristen di Korea. Mereka ditempatkan di tengah, yang merupakan tempat terpanas. Saya juga melihat Hitler, Stalin, Mao Zhe Dong, dan seorang pendeta terkenal dari Korea Utara bernama Pendeta Kang, dan seorang pahlawan Jepang yang terkenal, dan banyak lagi.
Kemudian kami tiba pada bagian yang paling gelap, terlalu gelap untuk melihat langkah-langkah kami sekalipun. Saya berteriak, �Malaikat! Malaikat! Sangatlah gelap! Bagaimana saya dapat melihat?� Malaikat menepuk pundak saya dan berkata, �Tunggulah sejenak.�
Dalam beberapa saat, saya dapat melihat sejumlah besar orang yang telanjang. Di seluruh tubuh mereka ada begitu banyak serangga yang merayap. Tak 1 inchi pun yang bebas karena serangga itu memenuhi tubuh mereka. Orang yang telanjang itu berusaha mengibaskan serangga-serangga hingga mengertakan gigi mereka. �Apa yang telah mereka lakukan saat mereka hidup di bumi?�
�Mereka adalah orang-orang yang telah mengkritik dan menggosipkan orang lain di belakang mereka. Mereka tidak berhati-hati dengan apa yang mereka ucapkan mengenai orang lain.� (Mat 5:22).
Saya melihat para setan menusuk dan menikam perut orang-orang dengan tombak. Teriakan mereka sungguh memilukan. Saya bertanya kepada pengawal saya, �Malaikat, apa yang telah orang ini lakukan selama mereka hidup di bumi?�
�Orang-orang ini memiliki pekerjaan, rumah, dan keluarga tetapi mereka tidak memberi kepada Tuhan. Mereka tidak membantu orang-orang miskin, Gereja mereka, atau tujuan ilahi lainnya. Mereka sangatlah pelit dan rakus. Walaupun mereka bertemu dengan orang miskin, mereka mengabaikan orang miskin tersebut dan tidak perduli. Mereka hanya perduli pada diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Mereka berpakaian sangat bagus, berkecukupan dan memiliki kehidupan yang nyaman. Inilah mengapa perut mereka ditusuk karena perut mereka penuh dengan keserakahan.� (Ams 28:27).
Hal itu adalah pemandangan yang menakutkan. Setelah menyaksikan pemandangan demikian, ketika saya kembali ke bumi, saya memberikan semua uang dan harta kepada yang lain. Keselamatan tidak bisa diperoleh dengan uang atau harta, tetapi dengan iman. Neraka adalah tempat yang tidak tertahankan dan menyengsarakan. Hal itu adalah penyiksaan kekal!
Saya juga melihat orang yang kepalanya dipenggal dengan kapak yang sangat tajam. Saya bertanya kepada malaikat, �Apakah yang telah dilakukan orang-orang ini hingga mereka mendapat siksaan yang mengerikan?� Malaikat menjawab, �Otak mereka telah diberikan Tuhan untuk memikirkan hal-hal yang baik dan bermanfaat. Tetapi orang-orang ini telah memikirkan hal-hal yang kotor. Mereka memikirkan hal-hal yang penuh nafsu.� (Mat 5:28).
Berikutnya saya melihat orang-orang ditikam dan dipotong hingga beberapa bagian. Pemandangan itu sangat mengerikan. Saya bertanya, �Bagaimana dengan orang-orang ini? Apakah yang telah mereka lakukan hingga mereka disiksa seperti demikian?� Malaikat menjawab, �Mereka adalah penatua dan majelis yang tidak melayani Gereja mereka. Bahkan, mereka tidak mau bekerja atau melayani! Satu-satunya hal yang mereka sukai adalah untuk menerima dan menerima dari para anggota jemaat.� (Zakh 11:17; Hos 6:5).
Saya melihat para penatua, majelis, dan juga umat percaya lainnya disiksa oleh para setan. Para setan membuat lubang di lidah tiap-tiap orang dan menaruh kawat panjang kemudian menarik mereka dengan kawat yang saling terhubung itu. Saya bertanya lagi, �Apa yang telah mereka lakukan di bumi?�
Malaikat menjawab, �Mereka telah melakukan empat jenis dosa yang berbeda:
1. Mereka telah mengkritik pendeta mereka. Mereka akan mengatakan hal-hal yang negatif mengenai pendeta mereka. Mereka bergosip dan menertawakan pendeta mereka.� (Yak 3:6 ; Mat 12:37).
Saya memohon kepada mereka yang telah melakukan dosa yang demikian, BERTOBAT! BERTOBAT!!
Malaikat melanjutkan,
2. Mereka menghina Gereja dengan ucapan mereka.
3. Mereka telah melukai orang-orang Kristen lainnya sampai pada titik bahkan mereka yang setia pun terluka dan mereka berhenti mengunjungi Gereja dan bahkan menyebabkan beberapa dari mereka berhenti percaya. Mereka melakukan semua hal yang mereka bisa untuk menghentikan orang-orang Kristen yang setia dari melakukan pekerjaan Allah. Orang-orang jahat ini menyebabkan banyak orang setia tersandung.
4. Mereka adalah suami istri yang minum alkohol dan bertindak kejam kepada anggota keluarga mereka.
Saya melihat para setan menusuk pria dan wanita di perut mereka dengan paku yang sangat tajam dan besar. Saya bertanya, �Apa yang telah mereka lakukan?� Malaikat menjawab, �Mereka adalah pria dan wanita yang telah hidup bersama tanpa komitmen pernikahan. Mereka bersalah karena aborsi ketika mereka menjadi hamil. Mereka tidak pernah bertobat!�
Saya melihat grup orang lainnya. Para setan mengiris bibir mereka seperti mengiris tipis daging atau sayuran. Saya bertanya, �Mengapa orang-orang ini disiksa dengan cara demikian?� Malaikat menjawab, �Mereka adalah putra, putri, menantu pria dan menantu wanita yang telah membantah orangtua mereka. Apa yang seharusnya mereka lakukan hanyalah mengatakan �Saya minta maaf� bukannya membuat keadaan menjadi bertambah buruk. Banyak dari mereka telah menggunakan kata-kata yang kasar. Mereka telah menyerang orangtua mereka dengan kata-kata yang keras. Mereka memberontak, itulah mengapa bibir mereka diiris.�
Saudara, kita suatu hari akan meninggal, tapi kita tidak tahu kapankah hal itu akan terjadi. Saya mohon, bersiap-siaplah! Menjadi siap untuk pergi ke Sorga. Kapankah kita pergi tidaklah penting. Tolong ampunilah setiap orang sebanyak mungkin sebanyak yang diperlukan. Bertobat dan bertobat dan lakukanlah hal tersebut sepanjang hari bila memang perlu.
Saudaraku yang terkasih, saya biasanya mengabaikan kesaksian yang demikian. Saya seorang pendeta Presbyterian kuno yang mengabaikan hal-hal yang demikian. Tetapi sekarang, saya harus menyaksikan dan bersaksi kepadamu apa yang telah saya lihat. Tolong janganlah ragu untuk hidup kudus. Tolong hindari siksaan dan penghakiman yang menyengsarakan ini. Jadilah selamat! Janganlah hidup secara duniawi tetapi serahkanlah dirimu bagi Kerajaan Allah. Tolong berdoalah bagi mereka yang belum mengenal Yesus. Menginjili dan berbuahlah. Tolong berdoalah di subuh hari dan jagalah hari Minggu tetap kudus. Tolong berilah kepada Tuhan persepuluhan dengan benar. Kumpulkan upahmu di Sorga dan bukan di bumi ini. Saya berdoa dan memberkatimu dalam nama Tuhan Yesus yang berkuasa!
Source : Hadi Kristadi-blog pentas-kesaksian